TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi resmi memperpanjang Izin Usaha Pertambangan alias IUP PT Freeport Indonesia hingga 2061 mendatang.
Perpanjangan izin tersebut termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara nan ditetapkan dan bertindak efektif per 30 Mei 2024.
Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, menolak kebijakan pemerintah itu lantaran tak sesuai dengan PP sebelumnya nan mengatur perpanjangan IUP paling sigap lima tahun sebelum izin berakhir.
PT Freeport diketahui mempunyai izin upaya pertambangan hingga 2041. Artinya, andaikan pemerintah mau memperpanjang izin upaya pertambangan Freeport, semestinya dilakukan pada tahun 2036 mendatang.
Namun, pemerintah disebut telah memperpanjang izin Freeport sebelum masa nan telah ditentukan. "Masa PP direvisi hanya untuk mengakomodasi maunya Freeport. Semestinya serahkan saja pada pemerintahan baru. Tidak kudu kejar tayang," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis nan diterima Tempo pada Ahad, 2 Juni 2024.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR ini menduga revisi PP tersebut hanya asal-asalan pemerintah untuk mengamankan kepentingan PT Freeport lantaran pembaruan izin tambangnya belum bisa diproses sesuai izin nan ada. Dia menduga kedua pihak itu selalu berselera mau memperpanjang izin tambang.
"Saya mencurigai rencana revisi PP minerba ini untuk mengakomodasi permintaan PTFI nan terlihat begitu berselera untuk bisa memperbarui IUP mereka. Ini bakal merusak tatanan sistem pengelolaan minerba nasional secara jangka panjang," kata dia.
Dia menyebut tak ada urgensi bagi pemerintah untuk memperpanjang izin ke PT Freeport. Alih-alih memperpanjang, Mulyanto menyebut pemerintah semestinya mengevaluasi keahlian perusahaan itu sebelum mengusulkan pembaruan izin.
Tak hanya itu, Mulyanto juga menuding PT Freeport tak layak izin tambangnya diperpanjang lantaran kinerjanya selama ini kurang baik. “Buktinya agenda pembangunan smelter molor terus lebih dari delapan kali. Seharusnya Pemerintah lebih berhati-hati memberikan perpanjangan izin bukan malah mempermudahnya,” kata Mulyanto.
Iklan
Selain itu, Mulyanto juga menyebut lantaran kepentingan PT Freeport ini pemerintah pernah mengamandemen UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba pada 2020. Namun, setelah patokan itu diubah UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba nan baru justru dilanggar.
Menurut Mulyanto, UU Minerba nan baru mengamanatkan agar smelter PT Freeport kudu jadi di Juni 2023 dan sejak itu bertindak pelarangan ekspor konsentrat. Tapi faktanya ekspor, kata dia, konsentrat tetap diizinkan sampai Desember 2023, apalagi ditambah hingga Mei 2024.
"Ditengarai smelter PTFI ini juga belum optimal di bulan Mei 2024, sehingga perlu relaksasi ekspor konsentrat lagi. Masak Pemerintah menutup mata dengan keahlian belepotan seperti ini, apalagi rela mengubah PP untuk sekedar memberi karpet merah bagi PTFI memperpanjang izin tambang mereka. Ini kan kebangetan," kata dia.
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia sebelumnya pernah menyebut revisi PP No. 96 Tahun 2021 sebagai landasan Pemerintah Indonesia menambah kepemilikan saham di PTFI dari 51 persen menjadi 61 persen.
Bahlil mengatakan penyesuaian nan dilakukan pemerintah dalam PP 96 untuk mengakuisisi Freeport itu ialah dengan mengubah syarat perpanjangan perjanjian perusahaan guna memaksimalkan untung nan didapat bagi Indonesia.
"Terkait dengan syarat perpanjangan nan di dalamnya adalah paling sigap 5 tahun, kami ubah. Karena ini terintegrasi dengan smelter. Kedua lantaran itu 5 tahun, kita punya produksi Freeport tahun 2035 itu sudah mulai menurun, sementara kita eksplorasi underground minimal 10 tahun," ujar Bahlil beberapa waktu lalu.
ADIL AL HASAN | ANTARA
Pilihan Editor: Diperpanjang hingga 2061, Ini Kronologi Kontrak Freeport di Indonesia