Kasus PPDS Undip: Polisi Periksa 34 Saksi, Menkes Dilaporkan sampai Dekan Akui Ada Perundungan

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah meminta keterangan 34 saksi dalam penyelidikan kasus dugaan perundungan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Mereka nan diperiksa termasuk kawan seangkatan, ketua angkatan, serta para bendahara, kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Artanto di Semarang, Selasa, 17 Sepetmber 2024.

Menurut Artanto, hasil pemeriksaan para saksi bakal dianalisa dan disinkronkan satu dengan nan lain. Ia memastikan kepolisian bakal konsentrasi dan transparan dalam penyelidikan. Pemeriksaan juga bakal disinkronkan dengan data-data nan diberikan oleh pelapor.

Pengakuan dari Undip Semarang dan manajemen Rumah Sakit Kariadi Semarang tentang terjadinya perundungan di PPDS, tambah Artanto, diharapkan bakal mempermudah serta membuka jalan terang dalam investigasi perkara ini.

Kasus ini bermulai dari seorang mahasiswi PPDS Fakultas Kedokteran Undip Semarang berinisial AR meninggal diduga bunuh diri di tempat kosnya pada 12 Agustus 2024. Berdasarkan keterangan keluarga, dia sebelumnya mengeluh lantaran jadi korban perundungan senior.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendorong pengungkapan kasus dugaan perundungan ini. Bahkan Kementerian melakukan investigasi dan hasilnya sudah dilaporkan ke Polda. Menurut catatan Kementerian, kasus perudungan di PPDS Undip bukan nan pertama.

Kementerian Kesehatan telah menerima 540 laporan perihal bullying terhadap master di lingkungan rumah sakit. Pelaksana Tugas Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut, dari 540 laporan perundungan nan masuk 221 kasus di antaranya terjadi di rumah sakit vertikal Kemenkes.

Perkembangan lain kasus ini adalah dilaporkannya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya ke Bareskrim Polri oleh Komite Solidaritas Profesi, Kamis, 12 September lalu, lantaran dianggap telah menyebarkan buletin tiruan mengenai kasus bullying nan melibatkan calon master ahli di Universitas Diponegoro (Undip).

Keduanya dilaporkan oleh perwakilan Komite Solidaritas Profesi M. Nasser atas tuduhan penyebaran buletin bohong mengenai kematian dr. Aulia.

Nasser mengatakan buletin bohong nan disampaikan oleh Kemenkes RI adalah pernyataan bahwa dr. Aulia meninggal akibat bunuh diri. Dalam laporan tersebut, Nasser menuntut kedua pejabat Kemenkes RI itu dengan pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tentang buletin bohong.

Budi Sadikin mengaku heran dirinya dilaporkan atas dugaan penyebaran buletin tiruan mengenai perundungan peserta didik PPDS Universitas Diponegoro. "Itu makannya ini jadi aneh. Tapi ya tidak apa-apa, kan sekarang Undip-nya sendiri sudah mengakui ada itu kejadiannya," katanya, Sabtu.

Budi menyatakan tidak masalah dilaporkan lantaran selain diakui oleh pihak universitas, juga ada keluhan nan sampai kepada dirinya dari para korban nan mengalami perihal tersebut.

"Kita bukan hanya percaya diri, tetapi kita lakukan nan terbaik saja lantaran semua orang mengeluh sekali bakal perihal ini," ucapnya.

Iklan

Momentum Bersih-bersih

Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengatakan, pengakuan Universitas Diponegoro dan RS Kariadi Semarang bahwa  terjadi perundungan di PPDS, kudu dimanfaatkan untuk memperbaiki pendidikan master spesialis.

"Undip dan Kariadi sudah mengakui perundungan terjadi. Selanjutnya merupakan momentum untuk memperbaiki tata kelola, proses, dan penyelenggaraan nan kudu diperbaiki," kata Irma di Semarang, Jumat.

Ia memberi apresiasi kepada Undip Semarang nan telah terbuka dan bersedia melakukan perubahan.

"Undip mau mendengar dan melakukan perubahan agar bisa menghasilkan master ahli nan tidak hanya menguntungkan kepentingan pribadinya," katanya.

Menurut dia, banyak perihal dalam perundungan nan terjadi dan tidak perlu menafikan perihal tersebut. Ia mendukung pemberian hukuman terhadap mahasiswa nan melakukan perundungan terhadap juniornya.

Sementara terhadap RS Kariadi Semarang, dia meminta manajemen rumah sakit tersebut juga terbuka. "Saya juga tahu RS Kariadi memerlukan anak-anak PPDS ini untuk membantu. Oleh lantaran itu kudu jadi kesepahaman," katanya.

Dekan Fakultas Kedokteran Undip Semarang Yan Wisnu Prajoko mengakui tentang adanya praktik perundungan di sistem PPDS di internal Undip dalam beragam bentuk.

Atas perihal tersebut, Dekan Fakultas Kedokteran Undip Semarang menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

Adapun Direktur Layanan Operasional RS Kariadi Semarang Mahabara nan Putra juga mengakui peristiwa perundungan nan terjadi lembaga kesehatannya itu merupakan corak kealpaan. "RS Kariadi sebagai wahana pendidikan turut bertanggung jawab atas peristiwa nan terjadi," katanya.

Pilihan Editor Ini Kata Jokowi Soal Ekspor Pasir Laut: nan Dikeruk Hasil Sedimentasi

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis