TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pemerintah mendatangkan dokter asing untuk menutup kurangnya master menuai kontroversi. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga alias Unair Surabaya, Prof. Budi Santoso, dipecat gara-gara terang-terangan menolak kebijakan tersebut.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjawab penolakan tersebut. Menurut dia, misi utama pemerintah mendatangkan master asing adalah untuk menyelamatkan sekitar 12 ribu nyawa bayi per tahun nan berisiko meninggal akibat kelainan jantung bawaan.
"Itu lantaran pada saat sekarang kita punya lebih 12 ribu bayi nan punya kelainan jantung bawaan," kata Budi Gunadi Sadikin usai menghadiri rapat internal berbareng Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024.
Ia mengatakan, keahlian master di Indonesia untuk melakukan operasi jantung baru berkisar 6 ribu pasien per tahun, sementara penanganan kelainan jantung bawaan memerlukan tindakan operasi nan cepat.
"Enam ribu bayi ini jika tidak tertangani mempunyai akibat tinggi untuk meninggal. Kalau kita tunggu, risikonya makin tinggi," ujarnya.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengatur persyaratan dan batas bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan penduduk negara asing (WNA) nan mau berpraktik di Indonesia.
Menurut Budi Gunadi, kehadiran master asing untuk berpraktik di Indonesia itu sebenarnya untuk menyelamatkan ribuan nyawa bayi mengalami kelainan jantung.
Menkes mengakui bahwa kebijakan itu belum sepenuhnya diterima oleh sejumlah pihak , nan mengaitkannya dengan kualitas jasa master asing dan domestik.
"Bahwa kemudian mungkin ada nan merasa sensitif seperti FK Unair, bahwa oh master kita lebih hebat, kemudian kita juga bisa. Isunya bukan itu, isunya bukan juga merendahkan keahlian dokter-dokter kita, nggak," katanya.
Budi meyakini master Indonesia bisa mengatasi operasi jantung, tapi dengan laju kasus mencapai 6 ribu pasien per tahun, kuota master nan dimiliki Indonesia belumlah cukup.
"Kita kan nggak bisa nunggu. Kita datangkan dokter-dokter asing itu untuk menyelamatkan nyawa 6 ribu bayi ini dan 12 ribu ibu-ibu nan bakal sedih jika bayinya kemudian abnormal jantung bawaan," katanya.
Alasan lain adalah jumlah dokter. Saat ini, rasio master umum di Indonesia hanya 0,47 per 1.000 penduduk, jauh di bawah rata-rata bumi sebesar 1,76 per 1.000 penduduk. Untuk mencapai rasio negara maju, dibutuhkan sekitar 140 ribu master tambahan.
Iklan
Distribusi master tidak merata. Banyak daerah, terutama di luar Pulau Jawa, kekurangan dokter. Bahkan sekitar 500 puskesmas tidak mempunyai dokter.
Tanggapan IDI
Wacana mendatangkan master asing sudah ada sejak 2020. Ketika itu alasannya untuk memajukan kesehatan di Tanah Air sehingga Indonesia menjadi tujuan wisata kesehatan.
Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Slamet Budiarto meminta pemerintah mengoptimalkan master WNI daripada melonggarkan izin untuk master asing di Indonesia. "Kualitas master kita sama dengan di luar negeri," kata Slamet kepada Tempo, Sabtu, 29 Agustus 2020.
Menurut Slamet, jasa kesehatan di Indonesia kalah dengan luar negeri lantaran perangkat kesehatan nan ketinggalan jauh. "Di luar negeri, perangkat kesehatan dan obat pajaknya zero. Sehingga murah," katanya.
Sementara Indonesia, kata Slamet, memberlakukan pajak nan besar untuk perangkat kesehatan. Sehingga, rumah sakit tidak bisa membeli perangkat kesehatan nan canggih. Selain itu, pembiayaan kesehatan oleh pemerintah di luar negeri juga besar. Sedangkan Indonesia, pembiayaan dari pemerintah sangat kecil.
Jika beriktikad memajukan bumi kedokteran Indonesia, Slamet menyarankan pemerintah agar memenuhi empat langkah. Pertama, perangkat kesehatan dan obat nan tidak dikenakan pajak. Kedua, pembiayaan kesehatan kudu rasional. Ketiga, WNI lulusan universitas top di luar negeri diminta kembali ke Indonesia. Keempat, memperbaiki sistem kesehatan.
"Jika empat langkah ini dilakukan maka bumi kedokteran di Indonesia bakal maju dan tidak perlu mendatangkan master asing," kata Slamet.
ANTARA | FRISKI RIANA
Pilihan Editor Rumah Pensiun Jokowi Bertetangga dengan Restoran Milik Pembalap Rio Haryanto