Ketahui Soal PHI untuk Perselisihan Hubungan Industrial, Apa Lagi Selain Tangani Perkara PHK?

Sedang Trending 6 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Perkembangan era industrial memantik perselisihan hubungan industrial nan semakin kompleks. Hal tersebut akhirnya memerlukan sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial alias PPHI nan cepat, tepat, dan adil. 

Dilansir dari kitab berjudul Hukum Acara Khusus Pada Pengadilan Hubungan Industrial (2014) disebutkan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mulai bertindak di Indonesia pada 2005. PHI sendiri merupakan peradilan unik nan berada di Pengadilan Negeri. 

Peradilan unik ini hanya menangani perkara khusus, ialah perselisihan hubungan industrial, nan terdiri dari perkara-perkara perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja dan perselisihan antar serikat pekerja. Peraturan ini mulai diundangkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 

Pada Pasal 59 disebutkan bahwa PHI dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota nan berada di setiap Ibu Kota Provinsi nan wilayah hukumnya meliputi Provinsi nan bersangkutan.

Dilansir dari laman Mahkamah Agung Pengadilan Negeri Aceh, sebelum UU Nomor 2 Tahun 2004 sudah ada patokan nan mengurus perihal PPHI. Aturan tersebut tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. 

Jurnal karya Benri Sitinjak dan Ediwarman (2014) menyebut bahwa pembentukan pengadilan unik seperti PHI dibenarkan menurut Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 

Adapun, norma aktivitas nan digunakan dalam PPHl adalah norma aktivitas perdata umum nan bertindak dalam persidangan perkara perdata ialah Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dan Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg), selain terhadap sesuatu perihal nan diatur unik di UU Nomor 2 Tahun 2004. 

PPHI di luar pengadilan merupakan penyelesaian wajib nan kudu ditempuh para pihak sebelum para pihak menempuh penyelesaian melalui PHI.Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan mengutamakan musyawarah untuk mufakat. 

Iklan

Perselisihan di bagian hubungan industrial nan selama ini dikenal menyangkut kewenangan nan telah ditetapkan, alias mengenal keadaan ketenagakerjaan nan belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja berbareng maupun peraturan perundang-undangan.

Sebelumnya, UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dianggap tidak efektif untuk mencegah serta menanggulangi kasus-kasus PHK. Hal ini disebabkan lantaran hubungan antara pekerja dan pengusaha merupakan hubungan nan didasari oleh kesepakatan para pihak untuk meningkatkan diri dalam suatu hubungan kerja. 

Ketika salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat dalam hubungan kerja tersebut, maka susah bagi para pihak untuk tetap mempertahankan hubungan nan harmonis. Oleh lantaran itu perlu dicari jalan keluar nan terbaik bagi kedua belah pihak untuk menentukan corak penyelesaian. PHI berkedudukan krusial untuk menyelesaikan kasus-kasus PHK. 

Selanjutnya, UU Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan nan selama ini digunakan sebagai dasar norma PPHI dirasa  tidak dapat lagi mengakomodasi perkembangan nan terjadi. Akibatnya, kewenangan pekerja perseorangan belum terakomodasi untuk menjadi pihak dalam perselisihan hubungan industrial.

Sementara PHI, berkekuatan norma tetap (inkracht), maka tata langkah nan bertindak adalah sama dengan penyelenggaraan putusan pengadilan dalam perkara nan dilakukan oleh Panitera dan Juru Sita dipimpin oleh Ketua Pengadilan. 

Hal ini setidaknya dapat menepis keraguan pekerja jika putusan inkracht tersebut bakal berkarakter sunyi (illusoir) lantaran perangkat norma tersebut sudah sangat jelas. Terutama adanya kewenangan Majelis Hakim Pengadilan Industrial atas dasar permohonan para pihak untuk menjatuhkan putusan sela maupun sita agunan (conservatoir beslag) apalagi penerapan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) nan bakal lebih memuluskan jalan proses eksekusi.

Pilihan Editor: Berkaca kasus PHK Pegawai Bata, Apa Hak Karyawan nan Kena Pemutusan Hubungan Kerja?

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis