KIP Sebut Putusan MK soal Pencalonan Pilkada Tak Berdampak di Aceh

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

CNN Indonesia

Rabu, 21 Agu 2024 16:11 WIB

KIP Aceh mengatakan untuk penyelenggaraan pilkada di Aceh pihaknya berpegang pada UU 11/2006 tentang Pemerintah Aceh dan Qanun Aceh Nomor 12/2006. Ilustrasi penyelenggaraan pilkada di Aceh. (ANTARA FOTO/Rahmad)

Banda Aceh, CNN Indonesia --

Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Ahmad Mirza Safwandy menyebut putusan MK Nomor 60 mengenai periode pemisah pencalonan kepala wilayah tidak berakibat pada penyelenggaraan Pilkada di Aceh.

Menurutnya di Aceh tetap bertindak UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) dan Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah.

"Yang diuji di MK itu Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada, nan bertindak di Aceh sebagaimana nan dimaksud Pasal 91 ayat (2) UU 11 Tahun 2006 dan Pasal 22 ayat (1) Qanun 12 Tahun 2016," kata Ahmad Mirza Safwandy kepada wartawan, Rabu (21/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam patokan itu persyaratan perolehan bunyi paling kurang 15 persen dari jumlah bangku DPR Aceh/DPRK alias 15 persen dari akumulasi perolehan bunyi sah dalam Pemilihan personil DPR Aceh/DPRK di wilayah nan berkepentingan dalam Pemilu terakhir.

Hal itu, kata dia, nan jadi dasar alias persyaratan pengajuan bakal calon oleh Partai Politik alias Partai Politik Lokal pada Pilkada di Aceh.

Namun jika merujuk pada Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 partai politik peserta Pemilu dapat mengusulkan calon kepala wilayah meski tidak mempunyai bangku DPRD tetapi dengan persentase nan telah syaratkan Putusan MK.

"Sehingga partai alias campuran partai politik peserta Pemilu bisa mengusulkan calon kepala wilayah meski tidak mempunyai bangku DPRD tetapi dengan persentase nan telah syaratkan dalam Amar Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tepatnya dalam pokok permohonan nomor 2," ujar Mirza.

Hanya saja persyaratan nan ditetapkan MK ialah persentase akumulasi bunyi sah pada putusan tersebut dengan beragam, tergantung provinsi dan kabupaten/kota berasas jumlah masyarakat dalam daftar pemilih tetap.

Misalnya, kata dia, provinsi dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut.

Sedangkan dalam ketentuan di UUPA dan Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016 tidak mensyaratkan hal tersebut.

Sehingga pengajuan pasangan calon Pilkada di Aceh bagi partai politik alias campuran partai politik nan menggunakan akumulasi perolehan bunyi sah berasas akumulasi perolehan bunyi sah tetap 15 persen.

Selain itu, katanya, ada ketentuan nan diatur dalam Keputusan KIP Aceh Nomor 17 tahun 2024 tentang pedoman teknis pencalonan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di Provinsi Aceh Tahun 2024 juga menyerap ketentuan Pasal 91 ayat (2) UUPA dan Pasal 22 ayat (1) Qanun 12/2016.

"BAB II huruf B nomor 1 Keputusan KIP Aceh Nomor 17 tahun 2024 menyebut bahwa 15 persen dari akumulasi perolehan bunyi sah dalam pemilihan personil DPR Aceh/DPRK tidak mensyaratkan bangku di DPR Aceh/DPRK, ketentuan itu diabsorpsi dari Pasal 91 ayat (2) UUPA dan Pasal 22 ayat (1) Qanun 12/2016," kata Mirza.

(dra/kid)

[Gambas:Video CNN]

Yuk, daftarkan email jika mau menerima Newsletter kami setiap awal pekan.

Dengan berlangganan, Anda menyepakatikebijakan privasi kami.

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional