Klaster Rotan Trangsan yang Terbantu Berkat Pemberdayaan BRI

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

INFO BISNIS Sentra industri rotan, pastinya tak bisa jauh-jauh dari Desa Trangsan nan terletak di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Wilayah ini mempunyai sejarah panjang mengenai pengolahan rotan hingga menjadi produk-produk rumahan nan bermanfaat. Bahkan, industri rotan di wilayah ini sudah dimulai sejak nyaris satu abad nan lampau dengan Ki Demang Wongsolaksono sebagai pelopornya.

Agung selaku Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan personil golongan rotan Trangsan sendiri menjelaskan bahwa aktivitas pengolahan rotan di desa tersebut sudah menjadi tradisi dan diturunkan hingga ke anak cucu. Perkembangan pengolahan rotan di wilayah tersebut pun cukup pesat, hingga Desa Trangsan dinobatkan sebagai sentra industri penghasil kerajinan rotan terbesar di Jawa Tengah dan kedua di Indonesia.

Sayangnya, di tahun 2005 terjadi penurunan produksi secara drastis lantaran pengrajin nan kesulitan mendapatkan bahan baku rotan akibat lonjakan nilai di pasar internasional. Untuk mengatasinya, pemerintah Kabupaten Sukoharjo membentuk klaster Rotan Trangsan sebagai solusi menjawab kebutuhan nan para pengrajin miliki.

Hingga saat ini, setidaknya terdapat 200 lebih orang nan menjadi personil klaster rotan di Desa Trangsan. Hanya saja, perjalanan dari klaster rotan di desa tersebut nyatanya tak selamanya melangkah dengan mulus.

“Terkadang ada beberapa personil nan mengeluhkan soal biaya dan semangat dalam berproduktivitas. Makanya, kita sebagai pengurus mencoba mengusulkan ke pemerintah setempat untuk mengadakan pelatihan-pelatihan dan juga studi banding, nan siapa tahu saja berfaedah untuk meningkatkan produktivitas para pengrajin di sini,” tutur Agung.

Dari bahan baku rotan, para personil klaster di desa ini sukses menciptakan beragam barang-barang fungsional maupun handicraft dengan nilai estetika nan tak kalah saing. Mulai dari bingkai cermin, kursi, meja, tas, tempat tidur, tempat koran, dan lainnya.

“Dari beragam produk nan dihasilkan, penjualan dilakukan ke pasar lokal dan pasar ekspor ke beberapa negara dari benua Amerika, Eropa, Asia hingga Australia. Sementara untuk kerajinan nan diekspor ini kebanyakan merupakan produk mebel,” ucap Agung.

Iklan

Lebih lanjut, Agung pun menginformasikan bahwa omzet kotor nan didapatkan dari penjualan tersebut pun terbilang cukup besar. “Jika sedang ramai, klaster rotan ini bisa menjual hingga 400-600 kontainer per bulan. Kalau 1 kontainer untuk mebel bisa di kisaran Rp 100-150 juta. Tapi, jika handicraft itu 1 kontainernya bisa sampai Rp 400 juta,” ujarnya. 

Perkembangan nan dialami oleh klaster rotan di Desa Trangsan tak lepas dari support dan support nan diberikan oleh BRI. Selain pendanaan usaha, Klaster Rotan Trangsan juga mendapatkan pemberdayaan melalui program Klasterkuhidupku dari BRI.

Selain itu, BRI melalui program Corporate Social Responsibility BRI Peduli juga menyalurkan support peralatan upaya bagi Klaster Rotan Trangsan dalam rangka mendukung produktivitas dan pengembangan usaha.

“Peralatan upaya ini tentu sangat menunjang proses pengolahan rotan. Berbagai perangkat nan diberikan, kemudian dibagikan ke beberapa pengrajin rotan nan juga personil dari Klaster Rotan Trangsan,” lanjutnya.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengungkapkan bahwa program Klasterkuhidupku nan digagas BRI merupakan wadah nan dapat dimanfaatkan oleh pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnisnya. Dengan pemberdayaan dan pendampingan tersebut, pelaku UKM dapat mengembangkan produknya dan memperluas usaha.

“Kami berkomitmen untuk terus mendampingi dan membantu pelaku UMKM, tidak hanya berupa modal upaya saja tapi juga berupa pelatihan-pelatihan upaya dan program pemberdayaan lainnya sehingga UMKM dapat tumbuh dan tangguh. Semoga kisah Klaster Rotan Trangsan dapat menjadi cerita inspiratif nan bisa ditiru oleh pelaku UMKM di wilayah lain”, imbuhnya.(*)

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis