MK Ubah Bandul Politik, PDIP Plus Bakal Jadi Momok KIM Plus di Jakarta

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan partai alias campuran partai politik peserta Pilkada bisa mengusulkan calon kepala wilayah meski tidak punya bangku di DPRD.

Putusan tersebut merupakan ketok palu pengadil nan mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 nan diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora.

Dalam putusannya, pengadil konstitusi menilai Pasal 40 Ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional. Pasal itu sebelumnya mensyaratkan pasangan calon kepala wilayah kudu diusung partai politik alias campuran partai dengan perolehan 25 persen bunyi alias 20 persen bangku DPRD, ketentuan ini hanya bertindak bagi partai nan memperoleh bangku di DPRD.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada putusan MK kali ini, pengadil menyatakan partai nan tidak memperoleh bangku DPRD tetap bisa mengusung paslon selama memenuhi syarat persentase nan dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Aturan itu tertuang dalam Pasal 40 Ayat (1) nan diubah MK.

Buntut putusan itu, maka kesempatan bagi partai untuk mengusulkan calonnya di Pilkada 2024 pun terbuka lebar.

Di Pilkada Jakarta misalnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sekarang bisa mengusung pasangan calon sendiri namalain tanpa berkoalisi. Di sisi lain, Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus nan berisi 12 partai politik telah mendeklarasikan pasangan Ridwan Kamil-Suswono untuk maju di Pilkada Jakarta.

Tak hanya di Jakarta, KIM Plus diketahui juga tengah berupaya untuk menguasai Pilgub seluruh provinsi di Pulau Jawa. Lantas gimana akibat putusan MK tersebut terhadap KIM Plus?

Efek underdog sekarang berbalik ke KIM Plus

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro beranggapan putusan MK itu membikin KIM plus tak bisa jumawa.

Kata dia, KIM Plus sebelumnya mendapat bandwagon effect. Di mana perihal ini membikin partai politik mau berasosiasi di dalamnya. Di sisi lain, PDIP justru mendapat underdog effect. Namun, putusan MK itu membikin situasinya justru berbalik.

"Sekarang terbalik situasinya, lantaran PDIP dapat momen di mana aspirasi publik menyatu dengan aspirasi mereka, jadi bandwagon effect-nya sekarang ada di PDIP, sementara di KIM plus mendapat underdog effect-nya," kata Agung kepada CNNIndonesia.com, Selasa (20/8) malam.

Menurut Agung, akibat putusan MK itu apalagi membuka kesempatan bagi partai politik nan tergabung dalam KIM Plus mengubah haluan. Kata Agung, partai politik bakal berbilang ulang soal support calon nan diusung pada Pilkada 2024.

"Sangat mungkin (berubah haluan) lantaran ini kan akhirnya membikin semuanya menjadi cair dan mau enggak mau mereka kudu memandang elektabilitas lantaran setiap wilayah ini khas," ucap dia.

"Dan KIM ataupun KIM plus itu kan memang relevan untuk Pilpres. Sementara ini kan Pilkada, logika politiknya sudah beda, jika dipaksakan malah justru memberangus aspirasi publik justru menjadi bumerang," imbuhnya.

KIM plus musuh PDIP plus

Terpisah, pengamat dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli juga mengemukakan pendapat serupa.

Khusus di Pilkada Jakarta misalnya, Lili menyebut sekarang pasangan RK-Suswono nan diusung KIM Plus berpotensi mempunyai musuh tanding sepadan, di luar calon independen. Bahkan, dia memprediksi pertarungan sengit bakal terjadi Pilkada Jakarta.

"Jadi kekuatan KIM Plus ada musuh tanding sehingga pilgub Jakarta bakal melangkah sengit dan kompetitif antara poros KIM Plus versus PDIP Plus," ucap dia.

Selain itu, kata Lili, KIM Plus juga kudu menyiapkan diri untuk 'pertarungan' di wilayah lain. Sebab, 'mimpi' KIM Plus untuk menghadirkan calon tunggal bisa saja tak tercapai.

"Tentu saja jika ada skenario calon-calon tunggal di beberapa wilayah bisa berguguran mengingat partai-partai non parlemen juga bisa ikut mencalonkan kandidat pasca putusan MK," kata Lili.

Angin segar demokrasi

Di sisi lain, Lili mengatakan putusan MK mengenai syarat pencalonan itu memberikan angan baru agar Pilkada 2024 bisa melangkah lebih demokratis.

"MK kembali menjadi penjaga garda kerakyatan terdepan. Publik banyak memberikan apresiasi atas putusan tersebut. Asa publik kembali membuncah di tengah-tengah kuatnya oligarki politik," ujarnya.

Lili pun menyebut jika tetap ada calon tunggal di Pilkada 2024 usai putusan MK, maka bisa dikatakan partai politik sekarang telah menjadi kaki tangan oligarki.

"Jika MK sudah memberikan jalan dengan memberikan karpet merah, tetap juga ada calon tunggal maka partai sudah betul-betul tidak lagi berpihak pada rakyat dan menegakkan demokrasi. Partai sudah menjadi kaki tangan oligarki," tutur dia.

Sementara itu, Agung juga menyampaikan lewat putusan MK ini diharapkan bakal ada banyak pilihan bagi masyarakat untuk memilih calon pemimpin di Pilkada 2024. Dengan demikian, kultur kerakyatan di Indonesia bisa tetap terjaga.

"Jadi ini nan buat saya angin segar bagi kerakyatan kita dan MK perlu diapresiasi," kata Agung.

"Yang jelas publik mendapat menu prasmanan kerakyatan nan variatif tidak hanya satu, dua calon, tapi banyak calon ketika putusan MK ini datang di tengah-tengah kita di detik-detik akhir sebelum pembukaan pendaftaran di KPU," lanjutnya.

(dis/DAL)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional