TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dalam penutupan perdagangan hari ini Senin, 13 Mei 2024. Kurs rupiah ditutup melemah 34 poin ke level Rp 16.080 per US$. Pada perdagangan sebelumnya pekan lalu, kurs rupiah per dolar AS ditutup pada level Rp 16.046.
Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan sebagian besar pedagang tetap bias terhadap greenback menjelang rilis info indeks nilai produsen bulan April pada Selasa besok. Sementara itu, info indeks nilai konsumen nan bakal dirilis pada Rabu bakal menjadi konsentrasi utama.
"Mengingat perihal tersebut, kemungkinan bakal menjadi aspek dalam prospek suku kembang AS," katanya pada Senin.
Dia menuturkan, dolar mengalami perubahan besar pada pekan lampau lantaran info perekonomian AS nan beragam. Walhasil, timbul tanda tanya mengenai kapan bank sentral bakal mulai memotong suku kembang tahun ini.
"Namun meski perekonomian AS tampak melambat dalam beberapa bulan terakhir, inflasi diperkirakan tetap tetap stabil."
Inflasi indeks nilai konsumen meningkat lebih dari perkiraan pada bulan April. Hal ini lantaran langkah-langkah stimulus nan terus-menerus dari Beijing membantu meningkatkan permintaan. Akan tetapi, inflasi indeks nilai produsen menyusut selama 19 bulan berturut-turut, lantaran aktivitas upaya Tiongkok tetap lambat.
Para pedagang juga mewaspadai Cina setelah laporan pekan lalu, bahwa pemerintahan Biden sedang mempersiapkan lebih banyak tarif perdagangan terhadap negara tersebut. Terutama pada sektor kendaraan listrik.
"Langkah ini dapat memicu kembali perang jual beli antara negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia," kata Ibrahim.
Di sisi lain, Bank Sentral Eropa menjanjikan penurunan suku kembang pada tanggal 6 Juni. Namun, terdapat ketidakpastian mengenai berapa banyak penurunan suku kembang nan bakal disetujui bank sentral tahun ini.
Iklan
"Pasar, saat ini memperkirakan kenaikan suku kembang sebesar 70 pedoman poin untuk tahun ini."
Dari dalam negeri, pemerintah tetap terus mewaspadai ancaman perekonomian dunia nan tak menentu. Beberapa ancaman di antaranya geopolitik Rusia dan Ukraina nan tak kunjung usai, bentrok di Timur Tengah, ditambah serangan Iran terhadap Israel.
"Di samping itu, pertumbuhan ekonomi di Eropa tetap rendah dan sejenak lagi Pemilu. Paling dikhawatirkan adalah aktivitas ekstrem kanan di Eropa bangkit. Hal ini dikhawatirkan bisa berkapak pada perekonomian dalam negeri," tutur Ibrahim.
Meski begitu, kata dia pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal tetap tangguh. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2024 nan tumbuh 5,11 persen, lebih tinggi dari kuartal IV 2023 nan sebesar 5,04 persen. Pertumbuhan ini disokong oleh momentum Ramadan dan Lebaran 2024, serta shopping Pemilu 2024 nan meningkatkan konsumsi domestik.
Kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2024 nan mencapai 52,9. Jumlah tenaga kerja baru meningkat, nan turut menekan nomor pengangguran. Pada Februari 2024, jumlah masyarakat nan bekerja mencapai 142,18 juta jiwa, sedangkan pada Februari 2023 sebanyak 138,63 juta jiwa.
Sementara itu, jumlah pengangguran dalam negeri saat ini mencapai 7,2 juta jiwa alias turun sekitar 800 ribu dibanding tahun sebelumnya ialah 7,99 juta jiwa. Tingkat persentase pekerja umum domestik juga meningkat jadi 40,83 persen, dari nan sebelumnya 39,88 persen tahun lalu.
Pilihan Editor: Pabrik Sepatu Bata Gulung Tikar, Berikut Perjalanan Bisnisnya di Indonesia