TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, memaparkan akibat kemenangan Donald Trump dalam pemilihan umum Amerika Serikat ke sektor perbankan. Pergantian pemerintahan dari Parta Demokrat ke Partai Republik diperkirakan bakal memengaruhi likuiditas global.
Pergantian kepemimpinan dianggap bakal mengubah arah kebijakan. “Partai Republik nan inward looking dapat mendorong capital outflow dari emerging market ke Amerika Serikat,” kata Dian lewat pernyataan resmi, Kamis, 14 November 2024.
Trump dinilai bakal lebih protektif dan konsentrasi pada perekonomian domestik alias inward looking. Sehingga aliran modal bakal keluar dari negara-negara berkembang seperti Indonesia. Namun, kata Dian, adanya ekspektasi pemangkasan suku kembang bank sentral AS alias Fed Fund Rate nan bersambung sampai 2025, bakal berakibat positif terhadap kondisi likuiditas di dalam negeri, termasuk perbankan.
Untuk saat ini kondisi likuiditas perbankan tetap memadai dengan rasio likuiditas nan berada di atas threshold. Hingga September 2024, rasio kecukupan likuiditas alias Liquidity Coverage Ratio (LCR) perbankan dilaporkan sebesar 222,64 persen alias jauh di atas threshold sebesar 100 persen. Rasio perangkat likuid non core deposit (AL/NCD) dan perangkat likuid biaya pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 112,66 persen dan 25,40 persen. Masih di atas pemisah nan diharapkan ialah 50 persen dan 10 persen.
Mayoritas bank, kata Dian, juga memproyeksikan kondisi likuiditas nan semakin membaik pada akhir 2024. Sesuai hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) Triwulan III 2024.
Dalam rapat dengan komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Rabu, 6 November 2024, Gubernur BI, Perry Warjiyo, juga menyoroti akibat pemilu AS. Kemenangan Trump menyebabkan mata duit dolar bakal semakin kuat dan suku kembang AS bakal tetap tinggi. “Tentu saja perang jual beli juga tetap terus berlanjut,” ujarnya.
Dinamika ini bakal berakibat pada seluruh negara, termasuk Indonesia. Perry menambahkan ini bisa menyebabkan tekanan pada nilai tukar, arus modal dan ketidakpastian di pasar keuangan.