Pakar Hukum Sepakat Putusan MK Final dan Berlaku di Pilkada 2024

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal perubahan syarat pencalonan kepala wilayah langsung bertindak di Pilkada 2024.

"Ya, langsung berlaku," kata Bivitri kepada CNNIndonesia.com, Rabu (21/8).

Bivitri menuturkan putusan MK mengenai perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 membikin penduduk semakin banyak pilihan calon. Dengan demikian, lanjut dia, rakyat bisa lebih banyak komparasi mengenai rekam jejak dan program nan dikampanyekan setiap calon.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam rapat DPR soal Undang-Undang Pilkada nan pelaksanaannya bakal dikebut, dia percaya putusan MK bakal ditafsirkan berbeda lantaran dianggap tidak jelas.

"Padahal jelasnya luar biasa. Putusan itu tidak bisa ditafsirkan berbeda. Jangan sampai ada tafsir nan berbeda untuk sebuah putusan nan progresif seperti ini. Kecuali jika mereka sangat culas dan betul-betul tidak tahu malu," ujarnya.

Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah 'Castro' juga mengatakan putusan MK soal syarat usia serta perolehan bunyi partai politik untuk mengusung kandidat kepala wilayah langsung bertindak di Pilkada 2024.

"Berlaku untuk Pilkada 2024," tuturnya.

Castro menjelaskan MK tidak menyebut kapan putusan itu berlaku. Hal ini seperti perubahan syarat usia minimal capres-cawapres dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu langsung bertindak di Pilpres 2024.

"Beda misalnya dengan putusan MK nan berangkaian dengan periode pemisah bunyi dari parpol nan ditegaskan bahwa itu bakal bertindak 2029. Sementara putusan MK ini kan tidak menyebut apakah bertindak 2029 alias tidak. Artinya semestinya bertindak untuk Pilkada 2024," jelas Castro.

Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) mengatakan partai politik mendapat angin segar imbas putusan MK tersebut.

Sehingga semestinya partai politik dapat mencalonkan kader terbaiknya berasas kinerja, pengalaman, dan sosok nan dibutuhkan, bukan lantaran pertimbangkan pragmatis semata.

Menurutnya, putusan MK ini sekaligus untuk menghindari munculnya calon tunggal dan calon boneka dalam Pilkada.

"Sekalipun calon tunggal adalah konstitusional, namun tetap saja keberadaan calon tunggal kudu dihindari dan merupakan jalan terakhir. Sehingga Pilkada dapat melangkah lebih demokratis sebagaimana petunjuk konstitusi," demikian keterangan PSHK FH UII.

Sebelumnya, MK membikin putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah periode pemisah pencalonan. Putusan itu mengubah ketentuan dalam pasal 40 ayat (1) UU Pilkada.

Partai alias campuran partai politik tak lagi kudu mengumpulkan 20 persen bangku DPRD alias 25 persen bunyi sah untuk mencalonkan kepala wilayah dan wakil kepala daerah.

Ambang pemisah pencalonan berada di rentang 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di wilayah tersebut.

Kemudian dalam putusan nomor 70/PUU-XXII/2024, MK mau usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung saat penetapan calon kepala daerah.

Putusan MK ini berbeda dengan putusan Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lampau nan mau syarat minimal usia tersebut dihitung saat pelantikan.

Terbaru, Panja RUU Pilkada sepakat perubahan syarat periode pemisah pencalonan pilkada dari jalur partai hanya bertindak untuk partai nan tidak punya bangku di DPRD. Hal itu diatur dalam daftar inventaris masalah (DIM) Pasal 40 UU Pilkada.

"Partai politik alias campuran partai politik nan tidak mempunyai bangku di DPRD provinsi, dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan," kata Tim Ahli Baleg DPR Widodo membacakan DIM pemerintah pada rapat Panja RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (21/8).

Kelanjutan ketentuan itu mengikuti putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024. Dalam putusan MK terbaru, syarat parpol dan campuran parpol bisa mengusung paslon ialah memperoleh bunyi sah dari 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung pada jumlah pemilih tetap di provinsi itu.

Sementara itu, patokan syarat pencalonan untuk parpol nan punya bangku di DPRD tetap mengikuti patokan lama.

Partai politik alias campuran partai politik nan mempunyai bangku di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah bangku DPRD alias 25 persen dari akumulasi perolehan bunyi sah dalam pemilihan umum personil DPRD di wilayah nan bersangkutan.

(lna/DAL)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional