TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 nan mengatur tentang penghapusan piutang macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah disingkat UMKM pada Selasa, 5 November 2024.
Aturan ini pun disambut baik oleh sejumlah pihak, termasuk para ahli ekonomi nan turut memberi saran untuk penerapan kebijakan tersebut.
Adapun kebijakan penghapusan utang macet itu mempunyai beberapa ketentuan. Sebagaimana nan disampaikan oleh Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman, bahwa kebijakan ini hanya bertindak bagi para pelaku UMKM nan betul-betul tidak bisa lagi bayar utangnya.
“Sehingga, tidak semua pelaku UMKM kita dihapuskan utang-utangnya. Hanya nan memang sudah betul-betul tidak bisa tertolong,” kata Maman dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 6 November 2024 dikutip dari Antaranews.
Berikut merupakan beberapa saran untuk penerapan kebijakan tersebut nan dilontarkan oleh para ekonom:
The Indonesian Institute
Dikutip dari Antara, Peneliti bagian ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Putu Rusta Adijaya menekankan pada pemerintah dan golongan bank milik negara (Himbara) mengenai pentingnya melakukan pendataan nan teliti terhadap UMKM nan bakal mendapatkan penghapusan utang.
Selain pendataan nan menurut Putu menjadi kunci keberhasilan program tersebut, ada pengawasan dan evaluasi berkepanjangan nan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut efektif menyasar UMKM nan betul-betul membutuhkan.
Putu juga menilai ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 menjadi sinyal kehadiran negara untuk membantu dan memberdayakan UMKM. “Diharapkan dengan support ini, UMKM di sektor-sektor tersebut dapat beraktivitas ekonomi lebih baik, semakin berdikari dan bisa berkekuatan saing lebih tinggi,” kata Putu dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 7 November 2024.
Ia menambahkan, untuk mengoptimalkan akibat kebijakan ini, pemerintah perlu melengkapi dengan program-program nan bermaksud meningkatkan literasi finansial UMKM, memperluas akses mereka terhadap sumber pendanaan, serta memfasilitasi jaringan dengan para pemangku kepentingan lainnya guna meningkatkan kapabilitas dan daya saing mereka.
Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo)
Selanjutnya ada Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero nan mewanti-wanti pemerintah agar menerapkan sistem ketat dalam kebijakan penghapusan piutang macet UMKM.
Ia menyambut baik niat pemerintah untuk memutihkan angsuran macet UMKM sebagai upaya mendorong perekonomian. Namun, nan paling penting, menurutn Edy adalah memastikan agar pelaku UMKM, nan telah dihapusbukukan dan mendapatkan pinjaman lagi, dapat bertanggung jawab atas tanggungjawab utangnya.
Guna mencegah moral hazard, Edy pun mengusulkan agar ada elastisitas dalam pelunasan dengan memberikan opsi bagi UMKM agar dapat melunasi utang dengan perpanjangan jangka waktu pelunasan alias apalagi penghapusan kembang tetap, sehingga mereka hanya perlu melunasi utang pokoknya saja.
“Kalau perlu diberikan tambahan permodalan, tetapi pendampingan nan lebih ketat, sehingga dia bisa bayar semua kewajibannya, baik masa lampau maupun masa nan bakal datang,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 6 November 2024 dikutip dari Antaranews.
Edy juga mengaku cemas riwayat angsuran macet nan telah dihapus bakal mempengaruhi kepantasan para pelaku UMKM untuk mendapatkan pinjaman di masa mendatang. “Jadi perlu diperjelas, jika dihapus, apakah dengan dihapus saya tidak bisa pinjam lagi alias saya tetap diberikan kesempatan untuk pinjam,” kata dia.
Ekonom UI
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati menyatakan kebijakan penghapusan alias pemutihan utang bagi pelaku upaya mikro mini dan menengah (UMKM) di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan kelautan bisa menurunkan nomor kemiskinan di Indonesia nan per Maret 2024 berada di nomor 9,03 persen.
Melalui beleid ini, Presiden Prabowo, kata dia, bisa sekaligus menyasar untuk dapat meningkatkan daya beli masyarakat, mengingat penerima faedah kebijakan ini merupakan kelas menengah ke bawah.
Namun Nina menyatakan kedua perihal tersebut baru bisa diwujudkan pemerintah andaikan dalam pelaksanaannya dilakukan secara jujur, transparan, dan akuntabel. "Kebijakan ini berpotensi menghasilkan akibat positif bagi kesejahteraan petani dan nelayan jika tata kelolanya baik ialah dilakukan secara jujur, transparan, akuntabel, sehingga subsidi negara tersebut efektif dan efisien," tuturnya.
Center of Economic and Law Studies (Celios)
Adapun Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menyatakan bahwa program pemutihan utang tersebut mempunyai potensi untuk menurunkan nomor kemiskinan di Indonesia. "Tergantung implementasinya nanti," ujarnya sebagaimana dikutip dari Antaranews.
Ia menilai, skema penghapusan utang ini berkarakter parsial, artinya dari sasaran 6 juta debitur petani dan nelayan nantinya bakal diseleksi oleh lembaga finansial bank, koperasi dan lembaga mikro lainnya, dengan mempertimbangkan manajemen akibat lembaga keuangan.
"Mereka bakal cek dulu keahlian bayar debiturnya, riwayat kelancaran bayar, dan apakah sudah pernah ikut restrukturisasi angsuran waktu pandemi lalu. Kriteria debitur nan sifatnya memang sudah mendapat program restrukturisasi pandemi tapi tetap susah melunasi pokok dan kembang utang, maka bisa dilanjutkan ke write off alias penghapusan utang," katanya.