Pemerintah Tidak Kunjung Melunasi Utang Rafaksi Minyak Goreng

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengakui sebagian produsen dan peritel telah mulai menerima pembayaran utang rafaksi minyak goreng sejak awal Juli 2024 lalu. Sampai saat ini, utang itu baru dibayarkan pemerintah kurang dari 50 persen.

“Rafaksi udah mulai dibayarkan, tapi belum menyeluruh,” kata Roy saat ditemui Tempo di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Agustus 2024.

Roy menjelaskan, pelunasan itu ditujukan ke produsen, tidak langsung ke peritel. Namun sampai saat ini, menurut dia, produsen tetap kebingungan dalam menyalurkan biaya itu lantaran adanya perbedaan info jumlah utang antara Aprindo dan surveyor Sucofindo. Padahal, kata dia, info asosiasi itu didapatkan langsung dari anggota.

“Ada ritel nan sudah terima dari produsen, ada nan belum,” kata dia.

Karena itu, Roy mengaku saat ini tengah meminta transparansi info ke Sucofindo. Namun, dia mengatakan info itu hanya diperoleh oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan. Dia menargetkan, pembayaran itu bakal lunas sebelum transisi pemerintahan pada Oktober 2024.

Berdasarkan hasil verifikasi Sucofindo, pemerintah kudu bayar utang sebesar Rp474 miliar kepada produsen minyak goreng, dan pengusaha nan terdiri dari ritel modern maupun tradisional. Namun, nomor itu berbeda dari klaim nan diajukan oleh 54 pelaku upaya ialah senilai Rp812 miliar. Sementara, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sendiri menyatakan pemerintah punya utang ke ritel sebesar Rp 344 miliar.

Iklan

Kisruh utang-piutang ini muncul sejak 2022 seiring dengan program satu nilai minyak goreng. Saat itu, Kemendag mengusulkan program minyak goreng satu nilai senilai Rp 14 ribu per liter, dengan selisih biaya produksi dan penjualan ditanggung pemerintah. Kebijakan itu ada lantaran nilai minyak sawit mentah sedang melambung.

Aturan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022, nan salah satunya mengatur minyak goreng satu harga. Di sana disebutkan, BPDPKS bakal menanggung selisih biaya produksi dan penjualan namalain rafaksi.

Tak lama setelah itu, patokan itu dicabut dan diganti dengan skema nilai satuan tertinggi alias HET senilai Rp 11.500 per liter untuk minyak curah dan Rp 144 ribu per liter untuk minyak bungkusan premium. Namun, tanggungan itu tak kunjung dibayarkan.

Pilihan Editor: Viral lantaran Hampir Pingsan di IKN, Segini Kisaran Gaji Paskibraka

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis