TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah bakal menunda pengumuman UMP alias Upah Minimum Provinsi 2025, nan biasanya dilakukan pada 21 November. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengungkapkan, penetapan bayaran maksimal pada Desember 2024.
"Iya kudu (UMP ditetapkan pada Desember). Kita kan kudu kejar sebelum 1 Januari itu kan secara berjenjang ya, UMP, UMK dan sektoral," ujarnya saat ditemui Antara di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu, 21 November 2024.Pemerintah tidak lagi mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 dalam penentuan UMP sejak Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan peninjauan kembali Partai Buruh mengenai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Yassierli menegaskan, pihaknya senantiasa membuka ruang obrolan termasuk dengan asosiasi pekerja sehingga izin nan dihadirkan pemerintah turut memperhatikan kedua sisi baik sisi pekerja dan pemberi kerja sehingga bisa menghadirkan rumusan nan tepat. "Kami juga mendapatkan ini (masukan), angan dari mereka (buruh/pekerja) juga jangan sepihak dong pemerintah nan menentukan. Jadi itu nan kita optimalkan," jelasnya. Hingga sekarang pemerintah tetap menggodok rumus kalkulasi bayaran berbareng Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional dan ditargetkan bakal selesai pada minggu ini untuk selanjutnya disampaikan pada Presiden Prabowo Subianto. "Targetnya sih minggu ini kita tuntas dengan LKS dan kebetulan Presiden kembali yah. Tentu saya sebagai menteri menghadap dulu, mendengar pengarahan beliau, sesudah itu kita keluarkan," katanya. Usai menghadap Presiden, Menaker rencananya segera menerbitkan patokan nan tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan. "Nanti kita bakal minta tolong kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri. Kita biasanya ada zoom berbareng ya dengan para gubernur. Nanti kami bakal sosialisasi," katanya. Tidak Mungkin UMP Turun Menurut Yassierli, tidak mungkin UMP diturunkan lantaran pemerintah berfokus untuk membantu pekerja nan mempunyai penghasilan rendah mendapatkan bayaran nan layak. "Iya dong (naik), masa ga naik," kata Yassierli. Namun dia tidak mau membeberkan berapa besaran kenaikan Upah Minimum tersebut, namun dia memastikan semua pihak nan terlibat mengenai pengupahan pekerja telah diajak berbincang dan bekerja-sama untuk menemukan rumusan nan tepat.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah menyebut penerapan bayaran minimum provinsi (UMP) 2025 bakal mundur dari nan semestinya paling lambat 21 November 2024.
Kepala Disnakertrans Jateng Ahmad Aziz kepada Antara di Semarang, Rabu, menjelaskan penetapan UMP tidak lagi merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.
Keputusan tersebut, diambil setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan peninjauan kembali Partai Buruh mengenai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Putusan tersebut membikin 21 pasal di dalamnya diubah, termasuk soal pengupahan, serta skema penghitungan bayaran nan sebelumnya tertuang dalam PP 51/2023.
Kenapa PP51/2023 DitolakPP 51/2023 nan mengacu pada omnibus law Undang-undang Cipta Kerja sejak tahun lampau sudah ditolak oleh buruh. Alasannya, berdasar patokan itu, kenaikan bayaran minimum didasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Di mana dalam PP 51 tahun 2023, indeks tertentu nilainya adalah 0,1 sampai dengan 0,3 nan disebut Alfa.
Dalam PP tersebut, Alfa merupakan variabel nan mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi alias kabupaten/kota.
Karena langkah penghitungan tersebut, kenaikan UMP nan diputuskan oleh para Gubernur lebih rendah dari kenaikan bayaran PNS, TNI/Polri sebesar 8 persen dan pensiunan 12 persen. Buruh menuntut kenaikan UMP sebesar 15 persen. Sebagai contoh, jika saat ini UMP sebesar Rp4,9 juta, maka dengan kenaikan sebesar 15 persen semestinya upahnya menjadi Rp5,63 juta. Tapi dengan formula penghitungan PP 51/2023, UMP naik menjadi Rp5,1 juta. Untuk 2025, pekerja dalam demo di depan instansi Pemprov DKI pada 30 Oktober 2024, menuntut kenaikan UMP 8-10 persen. Artinya menjadi sekitar Rp5,5 juta.