Pemotongan Gaji untuk BPJS Ketenagakerjaan, Ketahui Berapa Besarannya

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Pemotongan penghasilan untuk BPJS Ketenagakerjaan menjadi perhatian pekerja dan perusahaan di Indonesia, sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengonfirmasi bahwa pengaturan mengenai potongan penghasilan ini tetap menunggu publikasi Peraturan Pemerintah (PP).

Tempo mencatat bahwa rencana penambahan iuran program pensiun bakal menambah pemotongan gaji tenaga kerja di Indonesia. Sebelumnya, terdapat beberapa iuran wajib nan kudu dibayarkan oleh tenaga kerja dari penghasilannya, antara lain:

Berdasarkan Pasal 16B ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, pegawai negeri sipil (PNS), personil TNI dan Polri, pejabat negara, serta pegawai pemerintah non-PNS diwajibkan bayar iuran BPJS Kesehatan sebesar 5 persen dari penghasilan bulanan. Dari jumlah tersebut, 4 persen ditanggung oleh perusahaan dan 1 persen oleh peserta.

Iuran BPJS Ketenagakerjaan terdiri dari beberapa program, termasuk Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). JKM memberikan faedah duit kepada mahir waris ketika peserta meninggal bumi bukan akibat kecelakaan kerja, sedangkan JKK memberikan duit tunai dan/atau pelayanan kesehatan saat peserta mengalami kecelakaan kerja alias penyakit akibat lingkungan kerja.

Besaran iuran untuk Jaminan Kecelakaan Kerja berkisar antara 0,24 persen hingga 1,74 persen dari upah, tergantung pada akibat pekerjaan, dan ditanggung oleh perusahaan. Iuran Jaminan Kematian sebesar 0,3 persen dari bayaran juga ditanggung oleh perusahaan.

Program Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan perlindungan jangka panjang nan diberikan saat peserta pensiun, mengalami kecelakaan, alias meninggal dunia. Besar iuran JHT untuk pekerja penerima bayaran adalah 5,7 persen dari upah, terdiri dari 2 persen dibayarkan oleh pekerja dan 3,7 persen oleh pemberi kerja. Untuk pekerja bukan penerima upah, iuran JHT sebesar 2 persen dari bayaran nan dilaporkan setiap bulan.

BPJS Jaminan Pensiun (JP) adalah program perlindungan untuk menjaga derajat kehidupan nan layak saat peserta kehilangan penghasilan akibat pensiun alias abnormal total tetap. Bagi pekerja di perusahaan swasta, iuran JP ditetapkan sebesar 3 persen, di mana 2 persen dibayarkan oleh perusahaan dan 1 persen oleh peserta.

Selain ragam potongan penghasilan itu, Pajak Penghasilan (PPh 21) dikenakan pada penghasilan tahunan di atas Rp 60 juta dengan tarif progresif antara 5 persen hingga 35 persen, dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memotong 3 persen dari penghasilan bulanan, dengan 0,5 persen ditanggung pemberi kerja dan 2,5 persen oleh pekerja, nan mulai bertindak paling lambat pada tahun 2027.

Iklan

OJK, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun, Ogi Prastomiyono, hanya berfaedah sebagai pengawas untuk memastikan keselarasan program pensiun sesuai dengan ketentuan nan diatur dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

“Isu mengenai ketentuan pemisah pendapatan berapa nan kena wajib program pensiun tambahan itu belum ada, lantaran PP belum diterbitkan. OJK dalam kapabilitas pengawas,” katanya dalam konvensi pers Dewan Komisioner nan dipantau secara daring pada Jumat, 7 September 2024. 

Program pensiun tambahan ini merupakan petunjuk dari UU P2SK, nan menyatakan bahwa pemerintah dapat melaksanakan program pensiun wajib di luar program agunan hari tua (JHT) dan agunan pensiun nan sudah ada melalui BPJS, Taspen, dan sistem agunan sosial nasional. Menurut Ogi, ketentuan lebih lanjut mengenai program ini kudu mendapatkan persetujuan dari DPR.

“Program pensiun Pensiun wajib dengan kriteria tertentu nan bakal diatur dalam peraturan pemerintah. Diamanatkan dalam UU P2SK ini itu ketentuannya itu kudu mendapatkan persetujuan DPR,” kata Ogi.

MYESHA FATINA RACHMAN  I RADEN PUTRI ALPADILLAH GINANJAR I ELLYA SYAFRIANI

Pilihan Editor: Cara dan Syarat Ajukan Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis