TEMPO.CO, Jakarta - Perdagangan saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk alias BSI pada pekan lampau melemah di bursa pengaruh setelah Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) menarik biaya dari bank pelat merah itu. Posisi perdagangan saham BSI pernah berhujung di area merah.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengungkapkan beberapa argumen kenapa terjadi sentimen di masyarakat terhadap BSI usai PP Muhammadiyah menarik biaya itu. Dia menyebut sebagai organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, Muhammadiyah cukup berpengaruh terhadap pandangan publik.
Meski demikian, sentimen dan perdagangan saham BSI di bursa pengaruh tak bakal berjalan lama. “Kami optimis penurunan saham di bursa pengaruh ini berkarakter sesaat,” kata Ibrahim saat dihubungi pada Rabu, 12 Juni 2024.
Selain itu, Ibrahim menyebut polemik kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo belakangan ini juga turut menyulut sentimen masyarakat. Dia mencontohkan beberapa kebijakan nan banyak diprotes masyarakat seperti Ibu Kota Negara alias IKN Nusantara dan PP Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera.
Apalagi, kata Ibrahim, saat ini Komisi Pemilihan Umum alias KPU juga tengah menyiapkan bakal menggelar pemilihan kepala wilayah alias Pilkada pada akhir tahun ini. “Karena dipolitisasi, sehingga gonjang-ganjing terjadi terhadap saham emiten BSI,” kata dia.
Dalam laporan Koran Tempo jenis Senin, 10 Juni kemarin, menunjukkan perdagangan saham emiten berkode BRIS ini langsung turun 20 pedoman poin ke level Rp 2.260 per lembar. Kondisi ini terjadi usai PP Muhammadiyah resmi mengumumkan penarikan biaya dari BSI pada Rabu, 5 Juni 2024. Pelemahan terus bersambung hingga akhir pekan lalu, Jumat, 7 Juni 2024, sahamnya ditutup di Rp 2.180 per lembar. Padahal, pada awal pekan, BRIS bisa memperkuat di area hijau.
Respons Muhammadiyah
Iklan
PP Muhammadiyah tak terang-terangan menyebut jumlah biaya nan bakal mereka tarik dari BSI. Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas hanya menjelaskan bahwa mereka butuh menyebar simpanan Amal Usaha Muhammadiyah di BSI ke ke bank syariah lain lebih banyak lagi, seperti Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, serta bank syariah lain di daerah. “Fakta nan ada menunjukkan bahwa penempatan biaya Muhammadiyah terlalu banyak berada di BSI sehingga secara upaya dapat menimbulkan akibat konsentrasi,” kata dia kepada Tempo.
Sementara itu, Anwar menyebut PP Muhammadiyah mau berkontribusi meningkatkan persaingan di antara perbankan syariah. Lantaran BSI mendominasi biaya kelolaan, dia menilai bank syariah lain tak bisa berkompetisi dengan margin nan ditawarkan BSI, baik dalam perihal penempatan biaya maupun pembiayaan.
Meski demikian, Ibrahim mengapresiasi langkah Muhammadiyah untuk menyimpan duit mereka di bank syariah grade 2 seperti Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, serta bank syariah lain di Indonesia. Dia menyebut langkah itu bakal membantu bank grade 2 ini untuk bergerak dan beroperasi. “Agar biaya itu tidak terpusat di BSI,” kata dia.
Posisi BSI sebagai bank dengan grade 4 namalain tinggi, menurut Ibrahim membikin patokan di sana semakin komprehensif. Ibrahim menilai kondisi ini nan menjadi argumen Muhammadiyah menarik biaya dari BSI.
ADIL AL HASAN | KORAN TEMPO