TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan pengusaha Muhammadiyah nan tergabung dalam Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) meminta pemerintah menyediakan kebijakan afirmatif bagi pelaku upaya mikro, kecil, dan menengah (UMKM) jika kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak bisa dibatalkan. Sekretaris Jenderal SUMU, Ghufron Mustaqim menilai kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) ini bisa membawa akibat bagi daya beli masyarakat nan berpengaruh bagi kelangsungan UMKM.
“Sebab, UMKM adalah tulang punggung perekonomian nasional,” kata Ghufron dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 19 November 2024.
Ghufron mengatakan, agar kenaikan PPN tidak menambah beban UMKM maka perlu ada kenaikan periode pemisah pengusaha kena pajak alias PKP. Menurutnya, periode pemisah kudu dinaikkan dari Rp4,8 miliar menjadi Rp15 miliar. Hal ini, kata dia, merujuk pada pemisah atas kriteria Usaha Kecil berasas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021.
Lebih lanjut, Ghufron menganggap periode pemisah tersebut perlu diubah lantaran sudah lebih dari 10 tahun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pengusaha Kena Pajak (PKP) belum diperbarui. PMK Nomor 197/PMK.03/2013 mengatur pengusaha dan alias perusahaan nan mempunyai pendapatan alias omset senilai lebih dari Rp 4,8 miliar wajib dikukuhkan sebagai PKP.
Selain itu, dia berambisi pemerintah menambah nominal pemisah atas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari nan saat ini sebesar Rp 500 juta ke kisaran Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar per orang. Peningkatan nominal ini berfaedah untuk mendorong upaya mikro dan mini agar bisa naik kelas menjadi upaya menengah.
Menurutnya, hanya ada 0,1 persen UMKM nan merupakan upaya menengah, sisanya adalah upaya mikro dan kecil. Sehingga, kata dia, KUR sangat membantu UMKM lantaran kembang alias bagi hasil nan rendah dengan underlying asset nan fleksibel.
"Salah satu sumber masalah upaya mini sehingga tidak bisa beralih bentuk menjadi upaya menengah adalah persoalan akses modal," ucap dia.
Ketiga, Ghufron berambisi kenaikan PPN semestinya diimbangi dengan menurunkan PPh Badan dari 22 persen menjadi 20 persen. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebenarnya sudah beriktikad untuk menurunkan PPh Badan tersebut.
"Kami mendukung kebijakan tersebut (menurunkan PPh Badan) dan meminta agar segera diundang-undangkan. Turunnya PPh Badan bakal mendorong upaya mempunyai neraca nan lebih kuat sehingga bakal semakin membesarkan usaha," tukas Ghufron.
Sebagai informasi, sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah menetapkan PPN naik berjenjang satu persen. Dari sebelumnya 10 persen, menjadi 11 tahun ini dan bakal naik lagi jadi 12 persen pada 2025.
Kenaikan tarif PPN sebesar 1 persen tahun depan disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam rapat kerja dengan komisi XI DPR. “Sudah ada UU-nya kita perlu siapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan nan baik,” kata dia di Senayan, Rabu, 13 November 2024.