Perjanjian Uni Eropa-Indonesia Tak Kunjung Beres, Zulhas Sebut Nama Prabowo untuk Menekan?

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah sembilan tahun negosiasi perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) tidak menemukan kesepakatan. Salah satu sebabnya, regulasi deforestasi Uni Eropa namalain European Union Deforestation Regulation (EUDR), nan menghalang ekspor pertanian Indonesia terutama sawit lantaran diduga ditanam dengan langkah menggunduli hutan.

"Ada beberapa perihal mengenai policy nan tetap belum selesai, dalam makna kita tetap mencari betul-betul titik tengah dari rumor tersebut. Ini nan pasti menjadi tantangan untuk menyelesaikan kepentingan," kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono, Rabu, 25 September 2024.

Ia menyebut, salah satu kebijakan nan turut menghalang proses perundingan ialah izin deforestasi Uni Eropa. Hingga saat ini, Pemerintah Indonesia tetap berupaya berkompromi dengan pihak Uni Eropa untuk meloloskan komoditas pertanian nan terhalang izin deforestasi Eropa tersebut.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan salah satu argumen negosiasi perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) melangkah tidak sesuai sasaran lantaran pihak Eropa terus menambah permintaan.

"Kita sudah banyak memenuhi permintaan, jika nambah lagi-nambah lagi, ya tentu repot ya. Kita mau ini IEU-CEPA selesai, tapi kan tergantung sananya juga kan," kata Zulkifli di Cikarang, Jawa Barat, Kamis.

Zulkifli menyampaikan Indonesia mau segera menyelesaikan IEU-CEPA ((Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement), nan semula dijadwalkan sebelum masa pemerintahan nan baru. Namun demikian, perihal ini baru bisa terjadi jika kesepakatan antara dua pihak telah tercapai.

Lebih lanjut, Zulkifli menyebut bahwa Indonesia telah memaparkan kepada pihak Uni Eropa bahwa perundingan IEU-CEPA perlu segera diselesaikan pada masa pemerintahan Joko Widodo.

Sempat muncul kabar, Indonesia memberikan ultimatum kepada Uni Eropa mengenai penambahan kebijakan.

"Enggak ultimatum, kita kasih tahu. Karena jika pemerintah baru, kelak bakal lebih susah lagi, saya kira. Pak Prabowo (Prabowo Subianto) kan tahu sendiri, jika Pak Prabowo mau agar CPO jadi B50, kan, jadi kita penuhi soal CPO nggak krusial lagi," ujarnya.

Jika Indonesia mengambil kebijakan biosolar dengan B50, artinya separuhnya dari minyak sawit, maka ekspor CPO bakal berkurang lantaran digunakan sendiri di dalam negeri. Diperkirakan diperlukan sampai 24 juta ton CPO, sementara ekspor sepanjang 2023 sekitar 28,6 juta ton.

Ada Kesepatan Indonesia-Uni Eropa

Meski belum rampung, sudah ada komitmen persetujuan antara Indonesia dan Uni Eropa dalam beberapa aspek seperti penurunan instrumen tarif secara gradual. Sama halnya di sektor perdagangan, investasi, hingga transparansi nan juga telah disepakati kedua belah pihak.

"Terkait teknis juga sudah dibahas, sudah ada kesamaan pandang, tapi tetap ada policy nan belum selesai," Zulkifli.

Setelah sembilan tahun tak kunjung disepakati, IEU-CEPA saat ini telah memasuki perundingan ke-19. Namun, Djatmiko  Bris Witjaksono menilai sasaran rampungnya kesepakatan jual beli Indonesia-Uni Eropa itu bakal meleset dari sasaran sebelumnya nan ditetapkan September 2024.

"Terkait teknis juga sudah dibahas, sudah ada kesamaan pandang, tapi tetap ada policy yang belum selesai," ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa semestinya pihak Uni Eropa tidak terus mengubah standar alias benchmark mereka.

"IEU-CEPA perundingannya sudah nan ke-19, dan kelak saya bakal tegaskan jika Eropa terus pindah gawangnya (perubahan standar), ada batasnya," kata Airlangga.

Sebelumnya, dia juga menyebut bahwa adanya perubahan kabinet di lingkup Uni Eropa menjadi penyebab lain perundingan IEU-CEPA tak kunjung rampung.

Iklan

“Di sini dapat disampaikan bahwa perundingan IEU-CEPA juga sedang difinalisasi walaupun tidak mudah, lantaran kabinet di IEU-CEPA berubah. Jadi dulu negosiator kita itu (diganti), sekarang sudah tidak menjabat lagi,” kata Airlangga saat menyampaikan laporan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) 2024 di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan, meskipun telah melangkah 9 tahun lamanya, proses negosiasi melangkah alot lantaran ada perombakan dalam jejeran pejabat di lingkup komisi Uni Eropa membikin adanya perubahan persyaratan bagi Indonesia.

Tiga Tuntutan Uni Eropa

Airlangga menjelaskan, ada tiga rumor utama nan diminta untuk segera diselesaikan. Pertama, pihak Uni Eropa menginginkan Indonesia melonggarkan kebijakan impor bagi produk-produk nan berasal dari Eropa.

Kedua, mengenai kebijakan pembatasan ekspor berupa pengenaan bea keluar, serta ketiga mengenai perpajakan digital.

“Ada tiga rumor utama nan mereka dorong, ialah mereka mau agar masalah impor itu segera dipermudah di Indonesia, kemudian mereka tetap berkeras mengenai biaya bea keluar, dan juga mereka tetap berkeras mengenai perpajakan digital, transmisi digital. Kita minta menunggu WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), mereka tidak mau,” ujarnya.

Di tengah proses negosiasi nan tetap menggantung, dia menyebut bahwa dirinya telah mendapat petunjuk untuk mempercepat proses aksesi Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik alias Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP).

Ia juga mengungkap telah mendapat restu dari Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk segera mempercepat proses aksesi tersebut.

"Jadi ini sudah masuk New Zealand nan menjadi host dari CPTPP, negara ASEAN lain nan sudah di dalam (CPTPP) adalah Singapura, Vietnam, kemudian Malaysia itu sudah menjadi bagian dari CPTPP. Jadi kita tidak mau ketinggalan, lantaran di situ kita bakal membuka pasar Inggris, pasar Kanada, pasar Meksiko, Cili, dan Peru," katanya.

Di saat bersamaan, Pemerintah saat ini juga tengah berfokus untuk menyelesaikan proses aksesi dengan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Adapun sebelumnya Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan, progres penyelesaian perundingan IEU-CEPA sudah nyaris 90 persen.

Dia menambahkan, perundingan perjanjian perdagangan tersebut diharapkan dapat selesai pada September tahun ini.

Ia menilai Uni Eropa adalah mitra jual beli nan krusial bagi Indonesia dikarenakan pasarnya sangat besar, begitu juga sebaliknya. Oleh lantaran itu, baik Indonesia maupun Uni Eropa telah berkomitmen untuk menyelesaikan perundingan dalam waktu dekat.

Perjanjian jual beli antara Indonesia dan Uni Eropa bakal membawa banyak manfaat, tidak hanya dari segi bebas pajak/Bea Masuk saja, tetapi juga penyelesaian masalah lainnya, seperti peraturan deforestasi Uni Eropa (EUDR) dan carbon border adjustment mechanism (CBAM). IEU-CEPA dapat menjadi foundation dari hubungan jual beli antara Indonesia dengan UE.

Pilihan Editor Cukai Rokok Tahun Depan Tak Naik: Pengusaha Gembira, Pemerhati Kesehatan Berharap Naik

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis