TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menyatakan bakal berkomitmen mendukung program swasembada daya nan menjadi rencana Presiden Prabowo Subianto melalui penggunaan daya bersih. PLN mengatakan ada beragam inisiatif pendanaan hijau untuk mendukung proyek nan berangkaian dengan transisi daya di Indonesia.
Utusan Khusus Presiden Bidang Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Multilateral, Mari Elka Pangestu, mengatakan Pemerintah Indonesia menginisiasi Global Blended Finance Alliance alias GBFA.Tujuannya, untuk merangkul beragam negara berkembang bekerja-sama dalam pembiayaan transisi energi. "Perkiraan (pembiayaan) untuk tindakan suasana saja berkisar antara US$ 1 hingga 2 triliun. Jika ditambahkan upaya SDGs ke dalamnya, jumlahnya bakal mencapai sekitar US$ 6 triliun," kata Mari dalam Indonesian Pavilion Talkshow "Fostering and Enabling Innovative Climate Finance Mechanism" di COP29, Baku, Azerbaijan, dikutip lewat pernyataan resmi pada Kamis, 14 November 2024.
Mari berujar, negara berkembang, termasuk Indonesia, kudu merancang strategi untuk menyiasati gap pendanaan tersebut. Menurut kalkulasi Kementerian Keuangan, Indonesia memerlukan biaya sekitar US$ 280 miliar untuk mendukung seluruh tindakan suasana hingga tahun 2030. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 30 persen nan dapat ditanggung anggaran negara, sehingga sisanya kudu diperoleh dari sektor swasta dan sumber pendanaan lainnya. "Pemerintahan baru bakal melanjutkan komitmen pemerintahan sebelumnya. Dan ini (GBFA) adalah salah satu komitmen nan kami minta dapat dilanjutkan," ujar Mari.
Sementara itu, Direktur Keuangan PLN, Sinthya Roesly menyatakan PLN telah konsisten dalam pengelolaan biaya investasi hijau untuk mendukung visi swasembada energi. Maka dari itu, PLN terus menggalang pembiayaan hijau dari lembaga publik, bilateral, multilateral, hingga swasta.
Untuk menjalankan visi tersebut, menurutnya, PLN telah merancang penyusunan Sustainable Linked Financing Framework (SLFF) dan Green Financing Framework (GFF). PLN juga telah merancang strategi pendanaan dengan mengembangkan pembangkit 75 persen berbasis daya terbarukan. Untuk mencapai sasaran tersebut, dibutuhkan pendanaan nan diperkirakan mencapai lebih dari US$ 100 miliar hingga 2033.
“Untuk memperoleh pembiayaan transisi energi, salah satu nan paling utama menurut perspektif PLN adalah menyiapkan proyek nan tepat. Kami punya ratusan daftar proyek mulai dari pembangkitan, transmisi, dan distribusi, termasuk juga smart grid," papar Sinthya.
Sinthya juga mengatakan, PLN bakal terus mencari beragam opsi pendanaan, termasuk melalui kerja sama dengan pemberi pinjaman internasional dan memanfaatkan sumber daya lokal, guna memastikan transisi daya melangkah sesuai rencana. Sejumlah lembaga finansial nan mendukung transisi daya PLN meliputi World Bank, Asian Development Bank (ADB), serta Just Energy Transition Partnership (JETP).
"Dalam dua tahun terakhir, kami telah mendapatkan sekitar US$ 2,9 miliar, dan saat ini kami sedang berbincang dengan ADB untuk pembiayaan sekitar US$ 4,8 miliar. Kami juga tengah berbincang dengan beberapa penanammodal lain dan total potensi pendanaan nan sudah kami miliki saat ini sebesar US$ 46,9 miliar,” kata Sinthya.