Poin-poin Kontroversial dalam RUU Penyiaran

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Legislasi DPR berkesempatan menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Usul penundaan terutama berangkaian dengan dua pasal kontroversial di dalam draf RUU tersebut.

Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan fraksinya ialah Gerindra telah menerima permintaan untuk menunda pembahasan RUU tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya sampaikan ke teman-teman semua, dari fraksi kami, sudah memerintahkan kepada saya untuk sementara tidak membahas RUU Penyiaran," kata Supratman di kompleks parlemen, Senin (28/5).

Sejumlah pihak sebelumnya telah melayangkan kritik keras terhadap wacana revisi UU Penyiaran. Dewan Pers menilai sejumlah poin RUU Penyiaran berpotensi mengekang kemerdekaan pers dan berkesempatan melahirkan produk jurnalistik nan buruk.

Mereka terutama menolak usulan poin revisi nan melarang penayangan karya jurnalistik investigasi. Menurut Dewan Pers, patokan itu bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Sementara, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menegaskan pihaknya tak mempunyai niat sama sekali untuk mengecilkan peran media massa lewat RUU Penyiaran. Komisi I DPR merupakan pihak nan sejak awal mengusulkan revisi UU tersebut.

Meutya mengaku mempunyai hubungan nan baik dengan para pemangku di industri media, termasuk dengan Dewan Pers selaku mitra kerja Komisi I DPR. Menurutnya, keberlangsungan media nan sehat tetap menjadi perihal penting.

"Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran Pers," kata dia lewat keterangan tertulis, Kamis (16/5).

CNNIndonesia.com merangkum sejumlah pasal nan menuai banyak kritik dalam RUU Penyiaran. Naskah tersebut merupakan hasil draf revisi terakhir per 27 Maret 2024.

KPI berkuasa tangani sengketa jurnalistik

Dalam Pasal 8A ayat (1) RUU Penyiaran menyebut KPI dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1) huruf (q) berkuasa menyelesaikan sengketa jurnalistik di bagian penyiaran.

Klausul ini dinilai bertentangan dengan Pasal 15 Ayat (2) Huruf D UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers nan menyatakan kewenangan menyelesaikan sengketa pers berada di Dewan Pers. Salah satu tugas Dewan Pers ialah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus nan berasosiasi dengan pemberitaan pers.

Larangan penayangan kewartawanan investigasi

Pasal 50B Ayat (2) huruf c pada pokoknya menyatakan Standar Isi Siaran (SIS) melarang penayangan eksklusif hasil produk jurnalistik investigasi.

Pada Ayat (2) disebutkan, selain memuat pedoman kepantasan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), SIS memuat larangan mengenai... (c) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

Poin ini dinilai tumpang tindih dengan Pasal 4 huruf q UU Pers nan menegaskan bahwa tidak ada lagi ruang penyensoran, pemberedelan, alias pelarangan karya jurnalistik, termasuk liputan kewartawanan investigasi.

Larangan penayangan konten LGBT

Pada Pasal 50B Ayat (2) huruf g menyatakan penayangan isi siaran dan konten siaran nan menyajikan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender. Poin ini dinilai tidak berperspektif gender.

Larangan penayangan soal pencemaran nama baik

Pasal 50B Ayat (2) huruf k menyatakan SIS juga memuat larangan mengenai penayangan isi siaran dan konten siaran nan mengandung buletin bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme.

Sengketa pers bisa diselesaikan lewat pengadilan

Sementara, pasal 15E mengatur bahwa sengketa nan timbul akibat keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(thr/pmg)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional