Potensi Ekonomi Syariah USD 3 Triliun, Indef: Kunci Ekonomi Tumbuh 8 Persen di Era Prabowo

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Penasihat Center of Sharia Economic Development (CSED) Indef, Abdul Hakam Naja, mengungkapkan pemerintahan Prabowo - Gibran mendatang perlu memperhatikan potensi ekonomi syariah secara lebih serius. Pasalnya, sektor ini mempunyai potensi hingga US$ 3 triliun alias nyaris tiga kali PDB Indonesia.

“Kalau Prabowo sedang mencari resource untuk mendongkrak ekonomi Indonesia tumbuh 8 persen setiap tahun, ini ada Mutiara namanya ekonomi syariah,” kata Abdul dalam obrolan Penguatan Ekosistem Halal untuk Masa Depan Ekonomi dan Keuangan Syariah, Jumat, 4 Oktober 2024.

Abdul beranggapan selama ini Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim hingga 240 juta jiwa cukup lambat memanfaatkan potensi ekonomi syariah. Ia menilai Indonesia berbareng sejumlah negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) kudu bersinergi untuk memaksimalkan potensi dari nilai konsumsi 2 miliar populasi muslim di bumi nan diperkirakan mencapai US$ 3 Triliun.

Ia menyitir info dari State of Global Islamic Economic nan menunjukkan penguasa industri makanan dan minuman legal justru negara seperti Brasil, India, AS, hingga Cina nan populasi muslinya tidak sebesar Indonesia. Indonesia, kata dia, menduduki ranking teratas namun sebagai konsumen dari produk makanan dan minuman halal.

Selain itu, Abdul menilai penemuan di bagian ekonomi syariah juga jadi salah satu langkah untuk keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah alias middle income trap. Sebelumnya, Bank Dunia merilis info nan menunjukkan Indonesia dan 108 negara lain berada di tengah ancaman middle income trap.

“Setidaknya ada tiga saran dari Bank Dunia untuk keluar dari jebakan itu, pertama dengan investasi, kedua infuse alias pengembangan tekonomi, dan ketiga inovasi,” kata Abdul.

Iklan

Terdapat setidaknya enam sektor nan ada dalam ekonomi legal ialah keuangan, makanan dan minuman, pariwisata, fesyen, media dan hiburan, serta obat dan kosmetik. Menurut Abdul, penemuan di bidang-bidang tersebut bisa memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Indonesia setidaknya bisa konsentrasi di  keuangan, makanan dan minuman, pariwisata, dan fashion,” ujarnya.

Pada aspek fesyen, kata dia, juga bisa memantik pertumbuhan industri tekstil  dan manufaktur Indonesia nan saat ini sedang lesu dan mengalami gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Terlebih, menurut Abdul, Indonesia mengalami fase deindustrialisasi di mana pada 2002 kontribusi sektor manufaktur mencapai 32 persen namun pada 2024 hanya 19 persen.

Pilhan Editor: Celios Sebut Ekspor Pasir Laut bakal Rugikan PDB Rp 1,22 Triliun, Ini Alasannya

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis