Putusan MA soal Usia Calon Kepala Daerah Diwarnai Dissenting Opinion

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Putusan perkara nomor: 23/P/HUM/2024 mengenai uji materi Peraturan KPU RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota rupanya diwarnai oleh pendapat berbeda alias dissenting opinion hakim agung Cerah Bangun.

Dilansir dari laman Kepaniteraan MA, putusan komplit perkara tersebut baru diunggah pada hari ini. Terdapat perbedaan dibandingkan dengan arsip nan beberapa waktu lampau tersebar di kalangan wartawan ialah mengenai perbedaan pendapat pengadil agung Cerah Bangun mengenai putusan batas umur calon kepala wilayah nan belakangan buat gaduh.

Objek uji materiel dalam perkara ini adalah Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU 9/2020 tentang Perubahan Keempat atas PKPU 3/2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerah Bangun selaku pengadil personil I menilai MA berkuasa menguji apakah objek kewenangan uji materiel bertentangan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-undang.

Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 tersebut tidak mengatur secara rinci dan/atau perincian mengenai pemisah penghitungan usia untuk calon kepala wilayah dan wakil kepala daerah, sehingga untuk menjalankan UU 10/2016 tersebut, berasas UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, KPU mengatur dengan PKPU 9/2020, khususnya Pasal 4 ayat (1) huruf d nan menyatakan: "berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati alias calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon."

Menurut Cerah Bangun, frasa "terhitung sejak penetapan Pasangan Calon" adalah unsur-unsur ketentuan dalam Peraturan KPU a quo nan membedakan secara substantif antara objek kewenangan uji materiel dan UU 10/2016 sehingga substansi objek kewenangan uji materiel nan diuji adalah apakah frasa "terhitung sejak penetapan Pasangan Calon" bertentangan dengan UU 10/2016.

Yang menjadi pertimbangan pengadil dalam melakukan uji materi adalah apa pokok pikiran dan gimana penalaran norma secara filosofis, sosiologis, dan yuridis bagi KPU dalam penambahan frasa a quo dan apakah frasa a quo sejalan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan dapat dilaksanakan, efektivitas dan efisiensi, kejelasan rumusan, dan keterbukaan.

"Menimbang, bahwa menurut pengadil personil I, frasa 'terhitung sejak penetapan Pasangan Calon' pada peraturan a quo justru diperlukan untuk melaksanakan dan/atau menyelenggarakan UU 10/2016 sehingga semakin jelas pokok pikiran, tujuan, dan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien UU 10/2016 a quo," ucap pengadil Cerah Bangun.

"Frasa tersebut tidak bertentangan dengan prinsip 'perlakuan nan sama di hadapan hukum', prinsip 'kesempatan nan sama dalam pemerintahan', dan prinsip 'jaminan perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif'," sambungnya.

Cerah Bangun beranggapan pemenuhan kewenangan atas persamaan perlakuan di hadapan norma dan pemerintahan, dalam hubungannya dengan pengisian kedudukan tertentu, bukan berfaedah meniadakan persyaratan dan/atau pembatasan-pembatasan nan secara logis memang dibutuhkan oleh kedudukan itu.

Menurut dia, pembatasan waktu perlu dan kudu dirumuskan dalam norma dan kalimat nan disusun secara singkat, jelas, dan lugas. Pengaturan tersebut sejalan dengan ontologi, epistemologi, dan aksiologi norma untuk mencapai tujuan norma ialah kepastian, keadilan, dan kemanfaatan;

"Menimbang, bahwa berasas perihal tersebut, pengadil personil I berpendapat, bahwa norma objek kewenangan uji materiel tidak bertentangan dengan UU 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang," ungkap Cerah Bangun.

"Menimbang, bahwa dengan demikian pengadil personil I beranggapan dalil-dalil pemohon tidak berdasar dan permohonan pemohon patut ditolak," lanjut dia.

Dalam pertimbangan majelis hakim, oleh lantaran terdapat pendapat nan berbeda dalam dan telah diusahakan musyawarah dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, sesuai dengan Pasal 30 ayat (3) UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU 5/2004 dan perubahan kedua dengan UU 3/2009, maka majelis pengadil memutus dengan bunyi terbanyak.

"Menimbang, bahwa berasas seluruh pertimbangan tersebut di atas, maka ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota bertentangan dengan peraturan nan lebih tinggi ialah Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016," ucap pengadil dalam keputusannya.

Dua pengadil agung lain nan mengabulkan permohonan Partai Garuda adalah ketua majelis Yulius dan pengadil personil II Yodi Martono Wahyunadi.

(ryn/DAL)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional