TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, menyatakan Bank Dunia siap membantu Indonesia meningkatkan tax ratio atau rasio pajak. Tahun lalu, capaian rasio perpajakan Indonesia hanya sebesar 10,31 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
CEO Arsari Group itu mengatakan, rasio pajak tahun ini diperkirakan naik hingga 12,7 persen. Kendati begitu, nomor ini tetap rendah jika dibandingkan revenue ratio negara-negara lain, seperti Kamboja sebesar 18 persen dan Vietnam sebesar 23 persen. "Kenapa? Karena penegakan aturan. Di Indonesia belum maksimal. Di Kamboja lebih maksimal. Di Vietnam, apalagi," ucapnya dalam Diskusi Ekonomi di Menara Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 7 Oktober 2024.
Karena itu, Hashim mengaku telah berjumpa dengan Bank Dunia. Kepada adik kandung Prabowo itu, mereka mengatakan tak ada argumen bagi Indonesia untuk tak menyamai pencapaian Kamboja dan Vietnam. Hashim mengaku mendapatkan data-data soal rasio pajak negara-negara lain dari Bank Dunia. Peningkatan rasio pajak, kata dia, hanya masalah waktu dan kehendak politik.
Cara-caranya mencapai tingkat rasio pajak sebesar itu telah tersedia. Hashim mengatakan, pemerintah dapat memanfaatkan kepintaran buatan (AI) dan teknologi. Dengan alat-alat itu, Indonesia dapat mencapai rasio pajak 18 hingga 23 persen. "We will show you how to do it. Bank Dunia sudah siap sedia untuk bantu kita," katanya.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, mengatakan presiden terpilih Prabowo Subianto perlu meningkatkan rasio pajak di kisaran 12 persen dari PDB. Hal ini perlu dilakukan jika Ketua Umum Partai Gerindra tersebut mau merealisasikan seluruh janji politiknya.
Iklan
Selama masa kampanye Pemilu Presiden 2024, Prabowo menjanjikan sejumlah program nan dinilai bakal menelan biaya besar. Program-program itu ialah makan bergizi gratis, kenaikan penghasilan aparatur sipil negara (ASN), membuka sekolah unggulan termasuk menambah 300 fakultas kedokteran, hingga meningkatkan produktivitas pertanian. “Presiden Prabowo bakal menghadapi situasi nan semakin susah lantaran janji politik nan kudu dipenuhinya,” kata Yusuf saat dihubungi Tempo, Selasa, 25 Juni 2024.
Yusuf menuturkan, janji-janji politik Prabowo hanya bisa direalisasikan jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mempunyai tambahan ruang fiskal nan signifikan. “Dibutuhkan setidaknya tax ratio di kisaran 12 persen dari PDB,” kata dia. Namun, dia menyebut skenario ini sangat sulit, lantaran pemerintah dan DPR hanya berani menetapkan sasaran rasio pajak 2025 di kisaran 10,0-10,2 persen dari PDB.
Tanpa adanya kenaikan rasio pajak nan signifikan, Yusuf menilai pelanjutan proyek warisan Presiden Joko Widodo sekaligus memenuhi janji politik Prabowo bakal berimplikasi dua hal. Pertama, kenaikan utang pemerintah dan defisit anggaran. Kedua, pemotongan anggaran shopping tidak terikat (discretionary spending) seperti shopping prasarana alias shopping support sosial.
Pilihan editor: Kadin Munaslub Umumkan Kepengurusan, Kubu Arsjad Rasjid: Melanggar Kesepakatan