Rektor Paramadina Kritik Kebijakan Ekonomi Jokowi: Pembangunan Infrastruktur Ngawur

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini mengkritisi neraca transaksi melangkah negara nan mengalami defisit. Ia mengatakan perihal tersebut dapat terjadi dikarenakan aktivitas ekspor di Indonesia terlalu lemah.

Menurut Didik, aktivitas ekspor di Indonesia sudah kalah saing dengan beberapa negara di Asean maupun di Asia. Ia membeberkan bahwa negara tetangga seperti Malaysia telah melewati media countertrade alias corak perdagangan internasional.

"Defisit neraca transaksi melangkah lantaran ekspornya stagnan, lantaran sudah kalah dengan Vietnam sekarang bakal disalib kelak oleh Banglades kemudian Malaysia sudah melewati Media countertrade," kata Didik dalam forum berjudul "Melanjutkan Kritisme Faisal Basri: Memperkuat Masyarakat Sipil, Mengawasi Kekuasaan" nan diselenggarakan melalui platform zoom pada Ahad, 15 September 2024.

Lebih lanjut, Didik mengungkapkan kondisi ekspor di Indonesia dapat mempengaruhi neraca transaksi berjalan. Ia mengatakan bahwa saat ini pemerintah tetap terfokus pada persoalan ekspor nan tak kunjung berakhir.

"Indonesia mungkin tetap bergelut, jungkir kembali dan defisit ini lantaran ekspornya lemah dan kita tergantung kepada komoditas bahan mentah," jelasnya.

Sementara itu, Didik juga mengkritisi mengenai pembangunan prasarana nan dilakukan dengan jor-joran pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi. Hal tersebut, kata dia, selaras dengan kritik nan pernah disampaikan oleh Faisal Basri tentang pembangunan kereta cepat.

"Pembangunan infrastruktur, prasarana itu prasarana ngawur. Seperti kata Pak Faisal. Seperti kereta api sigap itu sudah pasti bakal lemah dari segi neracanya," kata Didik.

Adanya pembangunan kereta cepat, kata Didik bahwa Faisal Basri juga pernah mengkritisi mengenai pembangunan prasarana era Presiden Jokowi sama seperti proyek di atas khayangan. Selain itu, dia mengungkapkan banyak pembangunan prasarana masa pemerintahan Presiden Jokowi tidak berpijak terhadap realita.

"Ke depan sampai hariakhir dia (Faisal Basri) bilang tidak bakal bisa lunak, jadi itu proyek di atas kayangan nan tidak berpijak pada realitas, banyak sekali proyek-proyek prasarana nan tidak senada ya, apalagi nan menjadi utama tol laut itu kandas acak-acakan sama sekali," ungkapnya.

Adanya pembangunan prasarana nan terlalu berlebihan, kata Didik perihal itu juga memberatkan sektor industri. Akibatnya, menurut dia, pendapatan di sektor industri mengalami penurunan, sementara daya saing semakin tinggi.

Iklan

"Semakin besar daya saing dan juga berat, sektor industri itu bakal tengkurap ya, jeblok jadi lantaran itu kelak memilih Menteri Perindustrian kudu nan betul ya jangan asal-asalan," kata Didik.

Menurut Didik, Faisal Basri sudah lama mengetahui kesalahan pemerintah pemerintah tersebut dan selanjutnya melontarkan kritik untuk perbaikan. Kritik itu, kata Didik, mengenai hilirisasi nan menjadi trending di era kepemimpinan Presiden Jokowi.

"Pak Faisal itu mengkritik hilirisasi. Dia pertamanya mengungkap masalah di industrialisasi dan hilirisasi menurut dia sebaiknya diformatkan menjadi industrialisasi," ujar Didik.

Didik menjelaskan argumen kenapa Faisal Basri mengkritisi kata hilirisasi terhadap pemerintah saat ini. Ia mengatakan di dalam akademik kata hilirisasi tidak mempunyai makna apapun, sehingga Faisal Basri pada saat itu mengganti kata hilirisasi menjadi industrialisasi.

"Karena itu di akademik (Industrialisasi) lebih lezat bunyinya daripada hilirisasi nan keluar dari mulutnya Jokowi jadi lebih baik kosakatanya itu industrialisasi," tutur Didik.

Industri di era Presiden Jokowi paling jelek dalam standar Purchasing Managers' Index alias PMI. "Dan industri ini nan paling jeblok PMI-nya turun di bawah 50 persen tidak ada kebijakan industri sehingga mustahil untuk tumbuh 6 persen, 7 persen apalagi 8 persen," ujarnya.

Adanya wacana kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang tak terealisasikan menjelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden Jokowi. Didik menceritakan kembali jika Faisal Basri pernah ditanyakan oleh seseorang mengenai pertumbuhan ekonomi negara nan mencapai sasaran 8 persen.

"Kan Faisal Basri ditanya gimana menurut Bapak sasaran 8 persen, dia jawab ngawur. Selama industri ini jeblok jangan minta ekonomi itu bakal tumbuh dengan baik," jelas Didik.

Pilihan Editor: Ini Daftar Gurita Bisnis MNC Digital Entertainment Milik Hary Tanoe nan Baru Akuisisi Bisnis Raam Punjabi

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis