TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan menyatakan bahwa perubahan tarif cukai hasil tembakau disingkat CHT, alias berkawan disebut cukai rokok, tidak bakal diberlakukan pada tahun 2025.
"Hingga selesainya pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 nan disetujui oleh DPR minggu lalu, pemerintah memutuskan bahwa kebijakan mengenai CHT untuk tahun 2025 belum bakal diterapkan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Askolani, dalam konvensi pers APBN KiTa Edisi September 2024 di Jakarta, Senin, 23 September 2024.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah tetap bakal mengevaluasi beragam pengganti kebijakan lainnya, termasuk penyesuaian nilai di tingkat industri.
Beberapa pertimbangan juga bakal dilakukan, termasuk mengenai perbedaan nan signifikan antara rokok golongan I, II, dan III nan memicu terjadinya "downtrading."
"Kebijakan CHT 2025 bakal ditinjau kembali oleh pemerintah agar dapat dipastikan kebijakan nan bakal diterapkan," lanjutnya.
Hingga 31 Agustus 2024, penerimaan cukai tercatat mencapai Rp138,4 triliun, tumbuh 5,0 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Peningkatan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan produksi pada golongan II dan III nan menyebabkan kenaikan CHT sebesar 4,7 persen yoy menjadi Rp132,8 triliun.
Sementara itu, penerimaan cukai dari minuman nan mengandung etil alkohol (MMEA) tercatat sebesar Rp5,4 triliun, alias meningkat 11,9 persen (yoy) lantaran kenaikan tarif dan produksi MMEA dalam negeri.
Sedangkan penerimaan cukai Etil Alkohol (EA) mencapai Rp93,6 miliar, naik 21,8 persen seiring dengan peningkatan produksi.
Secara keseluruhan, penerimaan cukai berkontribusi pada peningkatan penerimaan bea dan cukai nan secara kumulatif mencapai Rp183,2 triliun, tumbuh 6,8 persen yoy.
Penerimaan Bea Masuk tercatat sebesar Rp33,9 triliun, naik 3,1 persen yoy akibat kenaikan nilai impor dan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.
Sementara itu, penerimaan Bea Keluar mencapai Rp10,9 triliun, meningkat 59,3 persen yoy, dipengaruhi oleh pertumbuhan Bea Keluar tembaga sebesar 567,8 persen yoy dengan kontribusi sebesar 77,1 persen.
Di sisi lain, penerimaan dari Bea Keluar produk sawit turun 57,3 persen yoy akibat penurunan rata-rata nilai crude palm oil (CPO) pada 2024 serta penurunan volume ekspor produk sawit.
GAPPRI Apresiasi
Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyambut baik keputusan pemerintah nan tidak jadi meningkatkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025.
Iklan
Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, menyatakan di Jakarta pada hari Kamis bahwa keputusan ini bakal membantu keberlangsungan industri rokok serta mendorong konsumen untuk tetap membeli rokok legal.
“Kami berterima kasih lantaran pemerintah memutuskan untuk tidak meningkatkan tarif CHT pada tahun 2025,” ucapnya.
Namun, dia juga mengimbau pemerintah agar tidak meningkatkan nilai jual satuan (HJE) rokok pada 2025 serta mempertahankan tarif PPN di bawah 12 persen.
Ia menjelaskan bahwa salah satu argumen pemerintah tidak meningkatkan CHT adalah adanya kejadian *downtrading* rokok sebagai akibat dari kenaikan cukai nan terjadi pada tahun 2020 hingga 2024 dengan rata-rata kenaikan tahunan di atas 10 persen, sehingga kenaikan totalnya melampaui 65 persen. Fenomena ini ditandai dengan konsumen nan beranjak ke rokok nan lebih murah, termasuk rokok ilegal.
Henry menambahkan bahwa dalam situasi pasar rokok legal nan tertekan oleh beragam kebijakan fiskal dan non-fiskal, personil GAPPRI berupaya untuk mempertahankan tenaga kerja dan keberlangsungan industri meskipun terjadi penurunan produksi dan melambatnya penerimaan CHT, nan memerlukan kebijakan mitigasi.
“Kami berambisi ada keseimbangan antara kegunaan pengendalian dan penerimaan pada masa mendatang,” jelasnya.
GAPPRI mengusulkan empat usulan kepada Menteri Keuangan untuk menjaga keberlangsungan pemulihan industri rokok legal nasional:
1. Tarif CHT untuk tahun 2025, 2026, dan 2027 tidak dinaikkan guna mendukung proses pemulihan industri tembakau legal.
2. Harga Jual Eceran (HJE) pada tahun 2025 tidak dinaikkan untuk menyesuaikan dengan daya beli masyarakat nan semakin melemah.
3. PPN tidak dinaikkan pada tahun 2025 agar penjualan tetap stabil di tengah menurunnya daya beli masyarakat.
4. Meningkatkan Operasi Gempur Rokok Ilegal hingga menyentuh produsen rokok terlarangan secara lebih intensif dengan melibatkan abdi negara penegak norma terkait.
“Empat usulan ini bermaksud untuk melindungi industri rokok legal nan telah menyerap banyak tenaga kerja, terutama pekerja perempuan, dan sebagian besar pabrik menggunakan bahan baku lokal,” ujarnya.
Dengan menjaga tarif CHT, HJE, dan PPN tetap stabil, dia berambisi suasana industri rokok legal dapat pulih, produksi meningkat, dan sasaran penerimaan CHT namalain cukai rokok dapat tercapai.
ANTARANEWS
Pilihan editor: Pembatalan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Mengancam Kesehatan Publik