Riset: UMKM Sulit Berkembang karena 3 Faktor Ini

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Studi Small Business Barometer Report dari Mastercard Center for Inclusive Growth mengungkapkan tiga tantangan utama nan menghalang pertumbuhan upaya mikro dan mini (UMK) di Indonesia. Pelaksanaan studi ini bekerja sama dengan Mercy Corps Indonesia dan 60 Decibels. 

Penelitian nan dilakukan oleh 60 Decibels ini memotret kondisi nan dihadapi oleh upaya mini di Indonesia saat ini. Mulai dari kesulitan nan dialami, kebutuhan pendampingan, kesiapan kredit, ambisi, dan pemahaman digital. 

Executive Director Mercy Corps Indonesia, Ade Soekadis, menjelaskan bahwa studi ini menjembatani kesenjangan antara pemangku kepentingan dan pemilik upaya kecil. Selain itu, juga menjadi sarana krusial untuk memastikan UMKM menerima support menyeluruh nan mereka butuhkan untuk berkembang. "Melalui Strive, Mercy Corps Indonesia berkomitmen untuk memfasilitasi 

kolaborasi lebih lanjut agar UMKM dapat berkembang di lanskap upaya Indonesia nan terus berkembang,” katanya di Hotel Pullman, Jakarta Pusat pada Kamis, 27 Juni 2024.

Sementara itu, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Maliki mengatakan info nan diperoleh dari laporan ini memberikan pemahaman nan komprehensif mengenai situasi digitalisasi UMK saat ini. Studi ini menyoroti ragam tantangan nan dihadapi oleh UMK dan mengidentifikasi area-area kesempatan untuk program support bagi UMK. 

"Laporan ini dapat membekali para kreator kebijakan dengan perangkat nan diperlukan untuk menjalankan program nan tepat sasaran demi pertumbuhan UMK nan berkepanjangan di Indonesia," katanya.

Adapun tantangan pertama nan dihadapi UMK adalah keterbatasan keahlian menggunakan perangkat digital, meskipun mengerti bakal manfaatnya. Dari 835 upaya mini nan diwawancarai, dua pertiga di antaranya telah menggunakan perangkat digital. Sebanyak 46 persen mencatat penggunaan platform e-commerce dan 34 persen menggunakan e-wallet alias bank digital. 

Sebanyak 81 persen dari wirausahawan tersebut menyadari pentingnya perangkat digital untuk pertumbuhan upaya mereka. Hanya saja, mereka terbentur kurangnya literasi untuk menggunakan perangkat tersebut secara maksimal. Sementara itu, 64 persen lagi tidak mengetahui perangkat mana nan cocok untuk kebutuhan spesifik mereka. 

Rendahnya literasi digital, keraguan bakal teknologi nan perlu diadopsi dan tingginya biaya teknologi dinilai menjadi rumor penghambat paling mendesak dalam meningkatkan operasi bisnis. Hal ini sejalan dengan temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika nan menunjukkan bahwa skor indeks literasi digital Indonesia pada 2022 berada di nomor 3,54 dari 5. 

Tantangan kedua menyangkut akses jasa support usaha. Studi ini mengungkapkan, hanya sepertiga dari pelaku upaya mini nan telah mengakses jasa support seperti training pengembangan usaha, manajemen keuangan, skill digital, dan manajemen sumber daya manusia. 

Iklan

Sebanyak 70 persen upaya mini di Indonesia menganggap jasa support ini krusial bagi pertumbuhan bisnis, namun mereka menghadapi tantangan besar dalam mengaksesnya. Akses terhadap training keahlian keuangan, training pemasaran digital, dan training upaya serta manajemen sumber daya manusia adalah corak support terpenting nan paling diminati para pelaku UMK Indonesia. Akses terhadap training perangkat digital dan pendampingan juga tak kalah tinggi menarik minat pelaku UMK. 

Kendati demikian, dua pertiga pemilik upaya mini tidak mengakses support apapun dalam setahun belakangan. Hal ini menegaskan bahwa pentingnya program alias intervensi nan didesain unik untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketangguhan upaya mini di Indonesia. 

Sebagian besar UMK mendapatkan jasa support tersebut dari lembaga swadaya masyarakat alias LSM dengan jumlah 57 persen, dari lembaga pemerintahan 33 persen dan lembaga finansial umum 21 persen. Namun, 51 persen pelaku UMK lebih memilih lembaga pemerintah untuk mendapatkan dukungan, 47 persen dari kawan alias keluarga, dan 23 persen melalui media sosial. 

"Hal ini mengindikasikan kurangnya info tentang ke mana mereka bisa mendapatkan support nan diperlukan untuk mengembangkan upaya mereka," 

Tantangan ketiga adalah keterbatasan akses dan minat nan rendah terhadap angsuran serta perangkat keuangan. Melalui studi ini, diketahui bahwa dua pertiga UMK tidak mengakses angsuran alias pinjaman dalam 12 bulan terakhir. 

Sebanyak 62 persen menyatakan tidak memerlukan kredit, nan mencerminkan tren kemandirian finansial di kalangan UMK. Hal ini selaras dengan info World Bank nan menunjukkan bahwa usaha-usaha di Indonesia lebih memilih pembiayaan berdikari melalui keuntungan. 

Beberapa tantangan nan signifikan dalam mencari angsuran antara lain suku kembang nan tinggi, kurangnya agunan dan kurangnya info menjadi rintangan utama. Kemudahan pengajuan menjadi argumen tertinggi pemilik UMK memilih sumber angsuran dan pinjamannya. 

Laporan ini dilakukan dengan langkah mewawancarai 835 upaya kecil, terbagi secara merata di wilayah perkotaan dan pedesaan sejak November 2023 hingga Januari 2024. Secara khusus, laporan ini menargetkan upaya mikro nan mempunyai satu hingga empat tenaga kerja dan upaya mini nan mempunyai lima hingga 19 karyawan. Adapun sektor upaya nan disasar antara lain makanan dan minuman, mode, kerajinan non-mebel, serta sektor nan berangkaian dengan pariwisata. 

Pilihan Editor: Rugi Rp 1,8 Triliun, Bos Kimia Farma Beberkan Penyebabnya

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis