TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno angkat bicara soal ramai pemberitaan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) nan bakal dipungut melalui pemotongan penghasilan pekerja. Hal ini disampaikannya usai menghadiri peluncuran IndoBisa 2024 di Jakarta, Jumat, lalu, 31 Mei 2024.
Saat itu, Sandiaga menyebut tiap pekerja dan perusahaan punya keahlian finansial nan berbeda. Apalagi, menurut dia, situasi ekonomi saat ini tengah menantang dan biaya hidup tinggi dirasakan betul oleh masyarakat kelas bawah.
Pendiri perusahaan investasi Saratoga Investama Sedaya itu lampau menggarisbawahi pentingnya mencari solusi tepat, agar beban iuran Tapera tidak hanya ditanggung pekerja alias pemerintah semata.
“Ada beberapa perusahaan nan sudah siap lantaran bisnisnya menghasilkan cash yang banyak. Namun, ada juga nan mengalami tantangan, terutama padat karya. Ini kudu dicari sebuah equilibrium-nya,” tutur Sandiaga, seperti dikutip dari Antara.
Oleh karena itu, menurut Sandiaga, kebijakan pemotongan penghasilan tidak dipukul rata ke semua perusahaan. “Mungkin tidak bisa suatu kebijakan dipukul rata ke semua industri, tetapi kudu dipilih mana industri nan bisa, dan mana nan enggak,” ucapnya.
Lebih jauh, Sandiaga juga memaparka bahwa kebutuhan perumahan rakyat merupakan keniscayaan. Apabila kebijakan ini terus ditunda, maka Gen Z bisa jadi tidak bakal pernah mempunyai rumah.
“Memang ini pil pahit nan kudu kita ambil, tapi kita semua kudu sama-sama," kata Sandiaga. Meski begitu, bukan berfaedah pemotongan penghasilan untuk iuran Tapera tidak bisa dibebankan ke seluruh pihak.
Iklan
Adapun Presiden Jokowi pada bulan ini menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Kepesertaan Tapera ini menyasar tak hanya pegawai negeri sipil (PNS), tetapi juga pegawai swasta, BUMN, BUMD, BUMDes, TNI-Polri, sampai pekerja mandiri. Beban iuran 3 persen untuk program tersebut bakal ditanggung berbareng oleh pekerja dan perusahaan.
Namun, kepesertaan wajib pada program Tapera itu menuai protes luas dari kalangan pekerja dan pengusaha lantaran dinilai memberatkan. Apalagi, pekerja dan perusahaan juga kudu menanggung beban iuran untuk pajak penghasilan, agunan kesehatan, agunan ketenagakerjaan.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Pembiayaan Herry Trisaputra Zuna, dalam bertemu pers di Jakarta, Jumat, menyatakan bahwa program Tapera ini bermaksud untuk menyelesaikan masalah backlog atau kekurangan perumahan melalui angsuran kepemilikan rumah (KPR) dengan kembang nan terjangkau.
Pilihan Editor: Said Iqbal Kritik Tapera: Sudah Banyak Potongan Dalam Skema Upah Buruh