TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menjelaskan bahwa perguruan tinggi nan mau mengelola pertambangan harus mempunyai badan usaha, seperti halnya nan bertindak untuk organisasi kemasyarakatan berbasis agama.
“Ya, tentu (punya badan usaha), makanya sekarang sedang kami bahas,” ujar Doli ketika ditemui di sela-sela rapat Panja Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) di Senayan Jakarta, Senin.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Doli menyebut bahwa sistem pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada perguruan tinggi dan ormas keagamaan bakal mempunyai kesamaan pola.
Ke depannya, dia menyatakan bahwa bakal dibahas pihak mana nan bakal diprioritaskan dalam pengelolaan lahan tambang, apakah perguruan tinggi alias ormas keagamaan.
“Nanti misalnya pemberian prioritas siapa nan dikedepankan, apakah lembaga ormas alias perguruan tingginya langsung, alias kudu dengan berbadan hukum, itu nan sekarang kami bahas,” ujar Doli, dikutip dari Antara.
Rapat mengenai penyusunan perubahan ketiga Undang-Undang Minerba telah dilaksanakan pada Senin, 20 Januari 2024. Salah satu argumen utama revisi tersebut adalah untuk mengakomodasi peraturan pemerintah nan sebelumnya diterbitkan oleh mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Wacana pemberian lahan pertambangan kepada perguruan tinggi setelah ormas keagamaan
Sebelumnya, Presiden ke-7 Indonesia ini telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 pada akhir Mei 2024. PP tersebut memberikan tambahan ketentuan mengenai alokasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan.
Anggota Komisi XII DPR, Bambang Haryadi, menyampaikan bahwa diperlukan dasar norma nan kuat untuk mendukung peraturan pemerintah tersebut. Oleh lantaran itu, Badan Legislasi alias Baleg DPR mengusulkan revisi Undang-Undang Minerba.
“Ini salah satu solusi agar PP di era Pak Jokowi ini bisa ada di dalam Undang-Undang. Bahkan pemerintah sekarang mau kembangkan tidak hanya ormas keagamaan, tapi universitas,” ujar Bambang saat ditemui Tempo di gedung DPR, Senin, 20 Januari 2025.
Dalam pembahasan revisi oleh Baleg, organisasi masyarakat keagamaan dan perguruan tinggi diberi prioritas untuk memperoleh WIUPK. Sebelumnya, kebijakan pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun gugatan tersebut ditolak lantaran dianggap tidak mempunyai dasar norma nan kuat.
Dalam putusan MK nan dibacakan pada 3 Januari 2025, pengadil menekankan bahwa pembentukan peraturan pemerintah kudu konsisten dengan ketentuan undang-undang nan berlaku. Oleh lantaran itu, menurut Bambang, revisi UU Minerba menjadi langkah nan dianggap sebagai solusi.
Selain ormas keagamaan dan universitas, prioritas WIUP juga direncanakan untuk diberikan kepada upaya mini dan menengah (UKM) lokal. Nantinya, bakal ada dua sistem pemberian izin, ialah melalui lelang umum dan lelang prioritas. Prinsip prioritas ini, menurut Bambang, diterapkan dalam draf revisi lantaran lelang selama ini hanya dimenangkan oleh perusahaan besar.
Sebelumnya, Tim Advokasi Tolak Tambang mengusulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024, nan mengatur pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan, ke Mahkamah Agung (MA). Menurut Muhamad Raziv Barokah, perwakilan kuasa hukum, masyarakat nan tinggal di sekitar area tambang secara sengaja dibuat miskin agar tidak mempunyai kekuatan untuk melawan.
“Mereka sengaja dimiskinkan, dijebak dengan kemiskinan struktural, agar tidak bisa melakukan perlawanan,” ujar Raziv pada Selasa, 01 Oktober 2024 di depan Gedung MA, Jakarta Pusat.
Raziv menyebut bahwa untung dari upaya tambang hanya dinikmati oleh segelintir elit pengusaha dan pihak berkuasa. Sementara itu, masyarakat di wilayah tambang justru hidup dalam penderitaan dan terjebak dalam kemiskinan struktural. Ia menilai bahwa upaya mencari kekayaan ekonomi melalui eksplorasi dan pemanfaatan sektor pertambangan hanya bakal membawa kerugian besar bagi masyarakat setempat.
Anggota Baleg: Izin tambang perguruan tinggi timbulkan masalah baru
Anggota Badan Legislasi DPR RI, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, menilai bahwa pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi berpotensi menimbulkan masalah baru.
“Bagaimana pemerintah bisa memilih memberikan suatu kewenangan kepada universitas, perguruan tinggi, nan mana kudu diberikan kepada ribuan universitas di Indonesia? Ini menimbulkan masalah baru,” kata Umbu sebagaimana dikutip dari Antara.
Umbu menyampaikan bahwa memberikan kewenangan kepada universitas untuk mengelola tambang kurang tepat jika tujuan pemerintah adalah mendukung pendidikan berbobot di tingkat perguruan tinggi.
Ia menyarankan bahwa kebijakan nan lebih tepat adalah memberikan support biaya langsung kepada universitas. “Sepanjang kita belum mengatur gimana undang-undang universitas alias perguruan tinggi itu disesuaikan dengan pengelolaan tambang,” ucapnya.
Ilona Estherina dan Vedra Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.