Studi FITRA: Pengelolaan Anggaran untuk Pemenuhan Air Bersih dan Sanitasi Bermasalah

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat untuk Air dan Sanitasi Berkeadilan, Inklusif dan Berkelanjutan (Just-In WASH Calition Indonesia) mengungkap wanita nan berdomisili di wilayah pesisir tetap kekurangan akses air bersih dan sanitasi. Salah satu penyebabnya, pemerintah belum melakukan pengelolaan sumber daya publik secara setara dan efektif. Koalisi mendorong pemerintah agar memprioritaskan pemenuhan air bersih dan sanitasi nan layak dan kondusif bagi wanita di wilayah pesisir.

Wakil Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) Ervyn Kaffah mengatakan kredibilitas anggaran untuk sektor air bersih dan sanitasi di wilayah sangatlah rendah. Fenomena itu, kata dia, mempunyai relevansi dengan tata kelola anggaran nan tidak mempertimbangkan kebutuhan wanita miskin dan karakter wilayah pesisir.

Padahal, pesisir merupakan wilayah nan rentan terhadap perubahan iklim. "Sejauh ini tetap jadi pertanyaan, gimana program pemerintah beradaptasi dengan perubahan iklim," kata Ervyn kepada Tempo pada Kamis, 23 Mei 2024.

Koalisi Masyarakat untuk Air dan Sanitasi Berkeadilan dan Inklusif terdiri dari terdiri dari Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Perkumpulan Inisiatif, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) dan International Budget Partnership (IBP).

Seknas FITRA sendiri telah melakukan studi tentang kebijakan dan anggaran air bersih dan sanitasi di wilayah pesisir, khususnya di lima kabupaten dan kota. Seperti di Kabupaten Lombok Timur (Provinsi Nusa Tenggara Barat), Bangkalan (Jawa Timur), Tangerang (Banten), Kota Semarang (Jawa Tengah), Kota Medan (Sumatera Utara).

Berdasarkan studi itu, Seknas FITRA menemukan bahwa perencanaan anggaran nan dilakukan pemerintah belum sensitif gender. Selain itu, alokasi anggarannya pun tidak mencukupi. “Bahkan tidak tepat sasaran,” ujar Ervyn. 

Iklan

Ervyn mengungkap rata-rata realisasi anggaran pemerintah wilayah di 5 kota dan kabupaten itu selama kurun waktu 1999-2022. Di mana serapan anggaran untuk sektor air minum, sanitasi, dan pengelolaan sampah hanya berkisar antara 10-34 persen dari total anggaran nan direncanakan.

Rendahnya serapan anggaran itu, kata Ervyn, disebabkan oleh keterlambatan dalam proses pengadaan peralatan dan jasa. "Kami juga menemukan bahwa alokasi anggaran untuk sektor tersebut sebagian besar digunakan untuk shopping penghasilan dan operasional aparatur pemerintah," kata dia. Akibatnya, persoalan kesiapan air bersih tidak kunjung bisa diselesaikan.

"Sampai saat ini, pemenuhan air kondusif melalui perpipaan tetap sangat rendah, baru sekitar 30 persen lebih masyarakat Indonesia nan bisa mengakses air aman," ucapnya. 

Ia berambisi ada reformasi kebijakan anggaran oleh pemerintah pusat dengan melibatkan beberapa kementerian mengenai bisa melahirkan kebijakan Dana Alokasi Khusus alias DAK nan lebih berpihak pada pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Apalagi kata dia, Indonesia punya sasaran untuk SDGs 6 di tahun 2030.

Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah nan Disorot Masyarakat

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis