Suara Warga DKI soal Jukir Liar: Pernah Digetok Harga tapi Bikin Aman

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemprov DKI Jakarta menggelar razia alias operasi penertiban tukang parkir atau juru parkir liar di wilayah nan tetap menjadi ibu kota RI tersebut pada Rabu (15/5).

Operasi dilakukan setelah Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meminta Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk menertibkan ahli parkir liar nan dianggap meresahkan masyarakat.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyatakan bakal melakukan penegakan norma terhadap ahli parkir liar di minimarket. Mereka bakal disidang secara langsung di letak kejadian lantaran masuk ranah tindak pidana ringan (tipiring).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Syafrin menegaskan bahwa tempat parkir di minimarket merupakan akomodasi umum nan disiapkan untuk para pelanggan, sehingga mereka tidak dikenakan biaya namalain gratis.

"Oleh karena itu siapapun nan kemudian memanfaatkan itu dan menimbulkan keresahan masyarakat itu kudu dilakukan tindakan tegas dan ini nan bakal kami lakukan,"kata Syafrin di area Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (8/5).

Lantas, gimana tanggapan masyarakat Jakarta mengenai penertiban tersebut?

Tidak ada ahli parkir, penduduk jadi 'repot'

'Repot' adalah kata nan beberapa kali diucapkan Agus (53). Agus, bukan nama sebenarnya, adalah salah seorang visitor minimarket di wilayah Tebet, Jakarta Selatan.

Secara pribadi, dia mengaku  tidak menyetujui rencana penertiban ini lantaran menurutnya kehadiran ahli parkir justru sangat memudahkan para pemilik kendaraan. Apalagi, sambungnya, tidak ada nan dapat menjamin keamanan kendaraan tersebut ketika sudah ditinggalkan di ruang publik, seperti minimarket.

"Tapi jika misalkan tuh enggak ada orang nan seperti kayak gini nih tukang parkir, ya repot juga. Masalahnya enggak ada nan mau [menjaga kendaraan]. Kalau di jalanan tuh udah masing-masing ya. Maksudnya aman-aman aja. Nah, jasa-jasa mereka sebenarnya ada dalam segi perihal seperti ini, mereka bisa mengamankan kendaraan-kendaraan visitor nan ada di sini," kata Agus saat ditemui CNNIndonesia.com, Selasa (15/5)

Agus beranggapan tidak semua ahli parkir melakukan tindakan negatif seperti nan disebutkan dalam argumen penertiban oleh pemerintah tersebut.

Ia juga berambisi agar pihak-pihak mengenai cukup mengeluarkan imbauan sebagai pengarahan dan peringatan kepada para ahli parkir liar nan bertindak merugikan.

"Kalau itu... Setuju sih enggak. Tapi, imbauan dari pihak mengenai saja, nan emang maksudnya kasih arahan. Enggak semua sih daerah-daerah [juru parkirnya] nan seperti itu," katanya.

Agus (53), bukan nama sebenarnya, salah seorang visitor minimarket di wilayah Tebet, Jakarta Selatan ketika menjelaskan pendapatnya mengenai rencana penertiban ahli parkir ini.Agus salah satu visitor minimarket di Tebet, Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Rachel Tesalonika)

Soroti Jukir Liar nan 'getok' harga

Senada dengan Agus, Yuda (32), pengendara motor nan tinggal di Kalibata, Jakarta Selatan juga tidak setuju dengan peraturan baru tersebut.

Ia menyarankan agar peraturan ini lebih dikhususkan kepada ahli parkir nan menagih pungutan dengan nominal nan di atas 'kewajaran' namalain 'menggetok harga'.

"Mungkin nan lebih ditanamkan buat peraturannya ini, jika memang ada pungutan liar nan di atas kewajarannya. Mungkin kan Rp1.000 alias Rp2.000 buat tukang parkir juga udah lumayan lah ya, mungkin tukang parkir nan kayak getok nilai ya, jika menurut saya," kata Yuda di tempat terpisah.

Yuda juga menilai pekerjaan ahli parkir ini juga membuka kesempatan lapangan pekerjaan baru, dan membantu mengamankan kendaraan visitor minimarket, mengingat tenaga kerja di tiap sifnya tidak begitu banyak.

"Karena juga kan jika dari segi ekonomi juga mungkin membantu buat lapangan kerja juga kan. Sif-sif [minimarket] paling laki-laki hanya 1-2 tiap sif, tapi jika ada tukang parkir mungkin juga membantu dari segi keamanan juga sih," ujarnya

Dirinya juga mengatakan sebaiknya masyarakat memandang persoalan ini dengan dari perspektif pandang nan positif, dan juga mempertimbangkan hal-hal lainnya.

"Ya kita ambil dari sisi lainnya lah, jangan terlalu apa ya, mau enggak boleh pake tukang parkir, segala-segala macem, kita juga kudu positif, menurut saya sih," kata Yuda.

Yuda (32), pengendara motor nan tinggal di Kalibata, Jakarta Selatan juga tidak setuju dengan peraturan baru tersebut. Yuda (32), pengendara motor nan tinggal di Kalibata, Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Rachel Tesalonika)

Jukir yang legal alias resmi

Yenny (36), salah seorang penduduk di Jakarta Barat juga menilai sebaiknya ahli parkir itu dipekerjakan resmi dari perusahaan minimarket terkait.

"Mungkin ini kali ya kayak kesepakatan sama [nama minimarket] gitu ya. Jadi enggak ada parkir liar," kata Yenny di sela shopping kebutuhan anak di sebuah minimarket, Jakarta Barat, CNNIndonesia.com.

Di satu sisi, dia mengakui memang penertiban tukang parkir di minimarket menguntungkannya sebagai visitor lantaran tidak perlu bayar iuran parkir. Namun, sama seperti pendapat warga-warga sebelumnya, dirinya juga menilai pekerjaan ahli parkir ini bisa jadi lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

"Ada tukang parkir ya emang buat nambah lapangan kerja juga kan. Kalau enggak ada ya, kita nan senang, jadie nggak ada buat bayar lagi kan," ujarnya.

Lebih lanjut, Ia juga beranggapan bahwa penyetaraan tarif parkir dapat menjadi solusi nan lebih baik daripada penghapusan ahli parkir di minimarket-minimarket.

"Enggak [jangan] ada malak-malak," kata dia.

Yenny (36), salah seorang pengendara roda dua nan hendak membeli kebutuhan sang anak di minimarket di wilayah Jakarta Barat, juga menilai bahwa ada baiknya ahli parkir itu dipekerjakan resmi dari perusahaan minimarket terkait.Yenny (36) berbareng putrinya setelah membeli kebutuhan anak di sebuah minimarket, Jakarta Barat. (CNN Indonesia/Rachel Tesalonika)

Mata pencaharian

Edi (33), seorang penduduk nan ditemui berbareng istrinya di sebuah minimarket di Jakarta Barat juga mengaku tetap merasakan dilema dan belum bisa menyatakan setuju alias tidaknya terhadap peraturan penertiban ahli parkir di minimarket tersebut.

Menurutnya, penertiban ini diperlukan lantaran tetap banyak ditemukan oknum ahli parkir liar nan hanya datang untuk meminta duit parkir ketika kendaraan hendak keluar, tanpa membantu mengarahkan alias melakukan apa-apa.

"Kalau setujunya sih, ya kadang kan tukang parkir itu ada nan mau enaknya aja tuh. Ketika customer masuk, motor masuk, dia hanya tak bersuara saja, tanpa melakukan apa-apa. Sedangkan pas motor keluar dia baru ada setujunya sih di situ buat ditertibkan," jelas Edi ketika ditemui CNNIndonesia.com, Rabu (15/5)

Namun, menurutnya ada pula kebenaran bahwa tetap banyak ahli parkir nan betul-betul menjalankan tugasnya dengan baik.

Edi juga mengatakan banyak orang nan mengais rezekinya dari pekerjaan tersebut, apalagi menjadi mata pencaharian utama. Sehingga jika dilakukan penertiban, tentunya bakal banyak orang nan kehilangan sumber penghasilannya.

"Tapi jika tidak setujunya sih [dengan penertiban alias razia], enggak semua tukang parkir kayak gitu sih. Ada nan tukang parkir lezat juga ngebantu, dan juga kadang tukang parkir itu kehidupannya ya memang dari situ juga," ujarnya.

"Masih 50-50, ya setuju enggak setuju sih," sambungnya.

Edi (33), seorang penduduk nan ditemui berbareng istrinya di sebuah minimarket di Jakarta Barat, mengaku tetap merasakan dilema dan belum bisa menyatakan setuju alias tidaknya terhadap peraturan penertiban ahli parkir di minimarket tersebut.Edi, penduduk nan ditemui di salah satu minimarket di wilayah Jakarta Barat. (CNN Indonesia/Rachel Tesalonika)

Bantu jaga keamanan

Vinka (27) salah seorang visitor minimarket di wilayah Duren Sawit, Jakarta Timur merasa bahwa kehadiran ahli parkir (jukir) di minimarket tidak mengganggu sama sekali, apalagi dirinya merasa bahwa jukir dapat memberikan rasa kondusif ketika memarkir kendaraan.

"Kalau minimarket di wilayah sini agak serem juga, jadi pernah kerabat kehilangan motor pas ditinggal sebenarnya itu soalnya enggak ada tukang parkirnya," jelas Vinka.

Terkait dengan kehadiran jukir liar alias ilegal,  menurutnya itu tidak menjadi masalah baik bakal dipertahankan atau mau dihilangkan. Vinka beranggapan keberadaan ahli parkir itu tak apa-apa selama dapat membantu meningkatkan keamanan, dan tarifnya pun wajar.

"Pasti tetap mikir juga mengenai ada alias tidaknya. Kalau misal ada ya kita lebih kondusif jika ga ada ya was was juga sih. Tapi ya walaupun sejenak doang bayar dua ribu tapi jika kondusif ya enggak apa-apa, asal tetap wajar ya," lanjut dirinya.

Dia pun mencontohkan momen pernah 'digetok' tarif parkir saat ke sebuah minimaret di wilayah sekitar Monas, Jakarta Pusat. Kala itu, dia mengaku langsung diminta Rp10.000 untuk parkir motor.

"Waktu itu pernah ada pengalaman diminta Rp10.000 pas di wilayah Monas, tapi waktu itu kayaknya oknum aja pas ada acara," jelas dirinya.

Vinka (27) salah seorang visitor minimarket di wilayah Duren Sawit, Jakarta Timur merasa bahwa kehadiran ahli parkir (jukir) di minimarket tidak mengganggu sama sekaliVinka (27) salah seorang visitor minimarket di wilayah Duren Sawit, Jakarta Timur. (CNN Indonesia/Cesar Sanabil)

Perbaikan sistem

Irene (21) seorang visitor minimarket di wilayah Pondok Bambu, Jakarta Timur pun merasa kehadiran jukir tidak mengganggu selama memang menjaga suatu unit upaya tertentu.

Irene juga mengatakan andaikan disuruh memilih, maka dia memilih minimarket tetap ada ahli parkir. Hal ini dikarenakan jukir dapat menjaga keamanan kendaraan, dan mengurangi akibat ada sesuatu nan tidak diinginkan.

"Kalau menurut saya pribadi sih boleh-boleh aja ya (jukir di minimarket), lantaran untuk menjaga keamanan motor kita dari lingkungan nan sudah terkenal rawan," jelas Irene.

Irene merasa jukir di minimarket kudu tetap ada, namun pihak berkuasa harus membuat sistem nan lebih terorganisasi mengenai bayaran parkir. Hal itu demi  mengurangi kemungkinan adanya oknum jukir nan tidak bertanggung jawab.

"Kalau menurut saya sih lebih efektif kala jukir diatur biaya parkirnya, agar tahu berapa nominal nan kudu dibayar kayak gitu kan. Kita juga parkir ngerasa lebih tenang lah," lanjut Irene.

Di sisi lain, dia mengaku terganggu dengan ahli parkir nan hanya menarik biaya parkir kendaraan saja tanpa kontribusi menjaga parkir ataupun membantu pengguna minimarket.

"Waktu itu pernah parkir sejenak doang di pinggiran jalan untuk ambil duit d ATM, tiba tiba nan tadinya kosong, datang jukir minta uang. Karena saya enggak bawa duit mini jadi ada sedikit cekcok," lanjut dirinya.

Irene (21) seorang visitor minimarket di wilayah Pondok Bambu, Jakarta Timur merasa bahwa kehadiran jukir tidak mengganggu selama jukir tersebut memang menjaga suatu unit upaya tertentu.Irene (21) seorang visitor minimarket di wilayah Pondok Bambu, Jakarta Timur. (CNN Indonesia/Cesar Sanabil)

Baca laman selanjutnya...


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional