TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat di sejumlah wilayah agar mewaspadai dan mengantisipasi akibat suhu udara panas maksimum harian nan mencapai 37 - 38,4 derajat Celsius.
Berdasarkan analisa tim mahir meteorologi BMKG sampai dengan Senin siang, 28 Oktober 2024. terpaan suhu panas tertinggi melanda wilayah Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur nan mencapai 38,4 derajat Celcius.
Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Fenomena Khusus BMKG, Miming, di Jakarta Senin, mengatakan bahwa kondisi suhu panas maksimum lebih dari 37,0 - 37,8 derajat Celcius terdeteksi menerpa wilayah Majalengka di Jawa Barat, Semarang di Jawa Tengah, hingga Bima di Nusa Tenggara Barat nan sudah berjalan 24 jam terakhir.
Pada saat nan sama tim meteorologi BMKG juga menganalisa suhu panas maksimum mencapai 35,4 -- 36,4 derajat Celcius melanda Kota Lampung, Bulungan di Kalimantan Utara, Sikka di Nusa Tenggara Timur, Sidoarjo di Jawa Timur, Pekanbaru di Riau, dan Palembang di Sumatera Selatan.
Selanjutnya suhu panas maksimum lebih dari 34,6 -- 34,9 Celcius terdeteksi melanda di sebagian besar wilayah Jakarta dan Banten, Kalimantan Barat (Kapuas hulu, Pontianak), Berau di Kalimantan Timur, Luwu Utara di Sulawesi Selatan, dan Kotawaringin Barat di Kalimantan Tengah.
Kondisi ini tetap berangkaian dengan tutupan awan nan minim dan pergerakan semu mentari nan berada di atas khatulistiwa. Namun berasas pengamatan BMKG kondisi ini tetap dalam kategori biasa nan tidak berakibat pada perubahan musim di Indonesia.
Demi mengurangi akibat suhu panas tersebut BMKG mengimbau masyarakat untuk mengkonsumsi air minum secara cukup dan teratur agar terhindar dari dehidrasi, terutama saat melaksanakan aktivitas di luar ruangan.
Masyarakat juga diminta menggunakan topi alias payung untuk melindungi kepala dan tubuh bagian atas, kacamata hitam untuk melindungi mata, jika perlu menggunakan tabir surya untuk melindungi kulit dari paparan sinar Ultra Violet (UV).
BMKG mengingatkan juga agar masyarakat tidak sembarang melakukan pembakaran apapun di lahan kosong dalam area rimba dan area penampungan sampah. Di sisi lain, Pemerintah wilayah diharapkan untuk menyiram lahan demi mengurangi potensi kebakaran akibat terik mentari di area rimba dan lahan maupun tempat pembuangan akhir sampah.
Suhu di Bogor Lebih Panas dari Biasanya
Stasiun Klimatologi Jawa Barat menyatakan penyebab tingginya suhu di Kota Bogor belakangan selama Oktober 2024, di antaranya berkurangnya tutupan awan, berkurangnya lahan hijau, peningkatan polusi udara sehingga mendorong terjadinya pengaruh rumah kaca.
Forecaster Stasiun Klimatologi Jawa Barat Rossian Nursiddiq Islamiardi, Selasa, mengatakan berasas info pengamatan Stasiun Klimatologi di wilayah Bogor, suhu tertinggi tercatat pada 21 dan 22 Oktober 2024 mencapai 35,3 - 35,5 derajat celcius.
Wilayah Kota Bogor sendiri, menurut Rossian, merupakan wilayah area satu musim sehingga tidak mengenal adanya musim hujan alias kemarau. Atau secara klimatologis, tidak ada perbedaan signifikan antara periode tandus dan musim hujan.
Iklan
“Suhu udara Kota Bogor ini bakal mulai mereda saat hujan sudah mulai rutin turun. Berdasarkan kondisi atmosfer terkini, kami prakirakan potensi hujan mulai meningkat pada awal November nanti,” ucapnya.
Siklon di Filipina Sebabkan Kemarau Panjang
Data dari Stasiun Pemantau Atmosfer Global alias GAW Bukit Kototabang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat menjelaskan tandus panjang di tanah air imbas dari keberadaan siklon di sekitar Filipina.
"Kami memandang ada semacam gangguan berupa siklon di sebelah Filipina sehingga angin dari arah selatan (India) tertuju ke sana," kata Koordinator Data dan Informasi Stasiun GAW Bukit Kototabang, Andi Sulistiyono saat dihubungi di Padang, Selasa.
Seharusnya, periode Oktober-November siklon tersebut sudah mengarah alias berada di wilayah Australia. Kondisi tersebut mengakibatkan tandus nan lebih panjang di Indonesia termasuk di Sumbar. Padahal, BMKG memperkirakan Oktober hingga November 2024 Ranah Minang sudah memasuki musim penghujan.
"Belum masuknya musim penghujan di Sumbar ini lantaran ada gangguan di atmosfer tadi," kata dia.
Andi memperkirakan, musim hujan di Provinsi Sumbar baru bakal terjadi pada awal November 2024. Stasiun GAW juga mengingatkan masyarakat agar tidak membakar sampah alias membuka lahan baru dengan langkah dibakar.
Sebab, cara-cara tersebut dapat memperparah dan meningkatkan akibat penurunan kualitas udara akibat musim tandus nan telah terjadi sejak beberapa waktu terakhir.
Ia menambahkan, hingga saat ini kondisi tandus panjang akibat siklon di sekitar Filipina tersebut belum berakibat pada penurunan kualitas udara. Hanya saja, kondisi lahan kering nan terjadi dapat menimbulkan alias memicu gangguan pernapasan.
Oleh lantaran itu, Stasiun GAW Kototabang mengimbau masyarakat untuk bijak menyikapi kondisi tersebut misalnya dengan menggunakan masker alias penutup hidung untuk mencegah gangguan pernapasan akibat debu.
"Sejauh ini kualitas udara tetap tergolong bagus, hanya saja potensi jumlah debu di udara makin besar," ujar dia.
Pilihan Editor Wacana Menteri Pakai Mobil Dinas Maung, Bupati Jember Sudah Menggunakannya Tahun 2021