TEMPO.CO, Jakarta - Partai Buruh mendesak Presiden Joko Widodo alias Jokowi mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera. Melalui patokan ini pemerintah bakal memungut iuran 3 persen dari penghasilan pekerja di atas UMR.
Presiden Partai Buruh nan juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan setidaknya ada enam argumen PP Tapera ini mesti dicabut. Dia mengatakan potongan penghasilan untuk iuran 3 persen dari bayaran pekerja tak bakal menjamin kalangan pekerja mempunyai rumah.
“Dalam sepuluh hingga dua puluh tahun kepesertaannya, pekerja tidak bakal bisa membeli rumah. Bahkan hanya untuk duit muka saja tidak bakal mencukupi,” kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis pada Ahad, 2 Juni 2024.
Selain itu, Iqbal mengatakan PP Tapera ini justru menunjukkan pemerintah lepas tanggung jawab untuk memberikan agunan perumahan bagi masyarakat. Dia menyebut dalam patokan itu tak ada klausul nan mengatakan pemerintah ikut bayar iuran untuk Tapera.
“Iuran hanya dibayar oleh pekerja dan pengusaha saja, tanpa ada anggaran dari APBN dan APBD nan disisihkan oleh pemerintah untuk Tapera. Dengan demikian, Pemerintah lepas dari tanggung jawabnya,” kata dia.
Tak hanya itu, Said Iqbal juga menuding PP Tapera ini justru membebani biaya hidup para buruh. Di tengah daya beli pekerja nan turun hingga 30 persen dan bayaran minimum rendah, dia mengatakan iuran Tapera bakal memperparah kondisi buruh.
Iqbal juga menceritakan kondisi pekerja saat ini telah dikenakan potongan nyaris 12 persen dari bayaran nan mereka terima. Potongan itu berupa pajak penghasilan 5 persen, iuran agunan kesehatan 1 persen, iuran agunan pensiun 1 persen, iuran agunan hari tua 2 persen, dan rencana iuran Tapera 2,5 persen hingga 3 persen.
“Belum lagi jika pekerja mempunyai hutang koperasi alias di perusahaan, ini bakal semakin semakin membebani biaya hidup buruh,” kata dia.
Pungutan Tapera Disebut Rawan Dikorupsi
Alih-alih menjamin kelas pekerja mempunyai rumah melalui iuran, Said Iqbal menyebut duit hasil pungutan itu berpotensi besar disalahgunakan. Dia mengatakan dalam lingkup kerja pekerja hanya ada dua sistem jaminan, ialah agunan sosial dan support sosial.
Iklan
Dalam agunan sosial sumber pendanaannya berasal dari peserta alias pajak dengan penyelenggara independen namalain bukan pemerintah. Sedangkan dalam support sosial sumber pendanaannya berasal dari APBN dan APBD nan diselenggarakan oleh pemerintah.
“Model Tapera bukanlah keduanya, lantaran dananya dari iuran masyarakat dan pemerintah tidak mengiur, tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah,” kata Said Iqbal. Selain itu, Said Iqbal juga menilai iuran Tapera harusnya berkarakter sukarela dan tak boleh memaksa.
Selain rentan dikorupsi, Said Iqbal juga menyebut duit hasil iuran ini juga tak jelas sekaligus rumit dalam pencairannya. Kondisi ini disebut berkelindan dengan situasi pekerja swasta dan masyarakat umum nan bisa saja diputus hubungan kerjanya setiap saat.
Said Iqbal menilai iuran Tapera ini lebih tepat ketika hanya untuk aparatur sipil negara alias ASN, TNI, dan Polri nan tak ada pemutusan hubungan kerja. “Oleh lantaran itu, biaya Tapera bagi pekerja nan ter-PHK alias pekerja informal bakal mengakibatkan ketidakjelasan dan kerumitan dalam pencairan dan keberlanjutan biaya Tapera,” kata dia.
Menyikapi PP Tapera ini, Saiq Iqbal menyebut Partai Buruh dan KSPI bakal menggelar tindakan besar nan dihadiri ribuan buruh. Rencananya unjuk rasa itu bakal digelar pada Kamis, 6 Juni mendatang di Istana Negara untuk mendesak pemerintah mencabut PP Tapera.
“Selain itu, pekerja bakal menyuarakan tuntutan untuk mencabut PP tentang program Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan, menolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) nan mahal, mencabut omnibus law UU Cipta Kerja, dan Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM),” kata dia.
Selain tindakan unjuk rasa, Partai Buruh dan KSPI dalam waktu dekat bakal mengusulkan judicial review UU Tapera ke Mahkamah Konstitusi dan judicial review PP Tapera ke Mahkamah Agung.
Pilihan Editor: Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho Sebut Penabung Mulia dalam Tapera, Siapa Mereka?