Transformasi Kesehatan RI, Pelajaran Bermakna Usai Lepas dari Pandemi

Sedang Trending 2 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Bagi Arief (36), seorang tenaga kerja di perusahaan media, pandemi Covid-19 nan melanda bumi termasuk Indonesia pada 2020-2022 telah memberi pelajaran nan berbobot bagi sistem kesehatan nasional.

Bagaimana tidak? Wabah Covid-19 nan bermulai di Wuhan, China pada akhir 2019 seketika menyebar sigap ke beragam negara di dunia. Namun, tidak ada satu negara pun nan mempunyai pengalaman dengan penyebaran virus tersebut.

Alhasil, setiap negara dipaksa untuk mengambil kebijakan sigap dan tepat agar dapat mengatasi penyebaran virus dan mengendalikan kasus-kasus nan telah terjadi. Begitu pula dengan Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tentu ini pengalaman berbobot untuk sektor kesehatan kita ke depan agar lebih siap menghadapi kondisi tak terduga seperti pandemi kemarin. Tapi, apa nan dilakukan pemerintah dengan PSBB/PPKM itu lumayan baik, meski sebenarnya pemerintah bisa lebih ketat lagi," ujar Arief kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/10).

Menurutnya, pemerintah sebenarnya bisa lebih ketat lagi membatasi lampau lintas orang, khususnya nan berasal dari luar negeri agar penyebaran virus nan bermulai dari luar itu tidak sigap menyebar di Indonesia.

Begitu pula dengan ketika pembatasan sudah dilakukan, semestinya tidak mudah dilonggarkan, apalagi hanya demi menarik kunjungan turis. Sebab, perihal nan terpenting nan semestinya dilakukan negara adalah memastikan kesehatan dan keselamatan penduduk negaranya.

Hal senada juga dirasakan oleh Sisil (31), seorang tenaga kerja di perusahaan keuangan. Menurutnya, pemerintah semestinya tidak perlu ragu untuk betul-betul membatasi pergerakan masyarakat atas nama keselamatan.

Meski begitu, dia mengapresiasi kesigapan pemerintah nan setidaknya bisa segera menghadirkan vaksin Covid-19 kepada masyarakat. Bahkan, vaksin diberikan secara cuma-cuma dengan beragam skema.

"Soal vaksin gratis, saya dapat dari lembaga pemerintah, jadi alhamdulillah kebantu dan untuk orang tua dapat dari program-program pemerintah dan vaksinnya juga oke," ucap Sisil.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri mengaku pernah mendapat dorongan untuk mengambil kebijakan penutupan wilayah secara penuh (lockdown) seperti nan diterapkan banyak negara di bumi untuk mengatasi pandemi Covid-19.Desakan itu tak hanya berasal dari masyarakat, namun juga para menteri di Kabinet Indonesia Maju.

"Di kabinet sendiri 80 persen. Survei juga rakyat minta lebih 80 persen meminta lockdown, tapi saat itu saya semadi, saya endapkan betul apakah kita kudu melakukan itu? Jawaban saat itu, tidak usah," ungkap Jokowi.

Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan itu kemudian bersulih nama menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) nan dijalankan dengan sistem gas dan rem.

Dengan sistem tersebut, PPKM diterapkan secara ketat ketika kasus Covid-19 meningkat, namun kemudian dilonggarkan ketika kasus mulai turun.

Selain itu, sistem ini membikin kebijakan PPKM tidak dipukul rata ke semua daerah. Daerah-daerah nan jumlah kasusnya tidak tinggi, maka bisa mendapat kelonggaran patokan dan begitu sebaliknya.

Jokowi menjelaskan kebijakan PPKM dengan sistem gas dan rem sengaja diambil lantaran turut mempertimbangkan kondisi ekonomi Indonesia. Menurutnya, jika Indonesia melakukan PPKM secara total seperti halnya lockdown di negara-negara lain, maka perekonomian bakal sangat jatuh.

"Itu jika diputuskan lockdown bisa (perekonomian) kita di minus 17 persen saat itu, ekonomi kita minus 17 persen dan mengembalikannya ke normal itu sangat susah lantaran minusnya sudah langsung jatuh seperti negara-negara di Eropa," terangnya.

Hasilnya pun terbukti, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak serendah negara-negara lain di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi nasional minus 2,07 persen pada 2020.

Sementara ekonomi Singapura terkontraksi 6 persen, Thailand minus 6,6 persen, Uni Emirat Arab minus 6,6 persen, India minus 8 persen, Prancis minus 9 persen, dan Inggris minus 10 persen.

Tak hanya dari sisi perekonomian, Jokowi menyatakan kebijakan PPKM dengan sistem gas dan rem juga cukup bisa mengendalikan penyebaran kasus Covid-19 di Tanah Air.

Berdasarkan info worldmeters.info, total kasus Covid-19 di Indonesia berkisar 6,82 juta sejak awal pandemi hingga tahun ini. Jumlah ini lebih rendah dari Brasil dengan total populasi masyarakat nan tak berbeda jauh dari Indonesia, ialah berkisar 38,74 juta kasus.

Sementara negara lain seperti Amerika Serikat mencapai 111,82 juta kasus, India 45,03 juta kasus, Prancis 40,13 juta, dan Korea Selatan 34,57 juta kasus.

Selain kebijakan PPKM secara gas dan rem, pemerintah Indonesia juga terbilang cukup tanggap dalam menanggulangi pandemi Covid-19 dengan penyediaan vaksin kepada masyarakat.

Pemerintah mengupayakan pemberian vaksin secara cuma-cuma kepada masyarakat melalui beragam langkah seperti penyediaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai kerja sama dengan beragam lembaga di dunia.

Setelah kasus dirasakan cukup terkendali, Presiden Jokowi pun mencabut kebijakan PPKM pada 30 Desember 2022 alias sekitar dua tahun setelah pandemi Covid-19 melanda negeri.

"Jadi tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat," ucapnya.

Lahirkan Transformasi Kesehatan RI

Meski bisa melewati pandemi Covid-19, namun pekerjaan rumah pemerintah di sektor kesehatan sejatinya tidak selesai begitu saja. Justru, Pandemi Covid-19 nan memberi pelajaran berbobot bagi sistem kesehatan nasional membikin pemerintah perlu melakukan transformasi ke depan.

Hal ini nan menjadi dasar pemerintah meluncurkan program transformasi kesehatan agar Indonesia mempunyai sistem kesehatan nan lebih baik, kuat, dan terintegrasi dengan sistem kesehatan dunia.

"Waktu saya tanya maksud Bapak (Jokowi) apa, beliau merasa bahwa adanya pandemi (Covid-19) ini tidak hanya Indonesia, di seluruh dunia, terlihat bahwa sistem kesehatan kita nasional itu lemah," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Program transformasi kesehatan Indonesia terdiri dari enam pilar. Pertama, transformasi jasa primer seperti Puskesmas, Posyandu, dan Laboratorium Kesehatan Masyarakat.

Caranya dengan meningkatkan jumlah dan kualitas masing-masing jasa primer di beragam wilayah di Indonesia. Harapannya, beragam jasa primer ini dapat lebih mengupayakan kebijakan promotif dan preventif nan komprehensif terhadap program-program kesehatan pemerintah.

Selain itu, transformasi jasa primer juga dilakukan dengan peningkatan jasa imunisasi, akses dan perangkat kesehatan, pemantauan wilayah setempat, standar pelayanan minimal, edukasi hingga penanganan penyakit menular, seperti TBC, HIV/AIDS, malaria, polio, dengue, sampai rabies.

Kedua, transformasi jasa rujukan nan bermaksud untuk meningkatkan akses dan mutu jasa sekunder dan tersier kepada masyarakat. Transformasi ini juga diharapkan dapat mendorong jasa rujukan nan dapat diakses hingga wilayah pelosok.

Pemerintah juga mau mendorong pembangunan dan peresmian rumah sakit vertikal baru di wilayah timur Indonesia serta pembangunan infrastruktur, sarana, dan prasarana kesehatan lainnya.

Transformasi ini juga ditujukan untuk pengampuan sejumlah penyakit prioritas seperti jantung, stroke, kanker, ginjal, glukosuria melitus, kesehatan jiwa sampai kesehatan ibu dan anak.

Ketiga, transformasi sistem ketahanan kesehatan untuk menghadapi kejadian luar biasa alias situasi tanggap darurat terhadap pandemi penyakit tertentu. Transformasi ini juga dilakukan dengan peningkatan ketahanan sektor farmasi, perangkat kesehatan, vaksin, bahan baku obat sampai tenaga kesehatan cadangan.

Keempat, transformasi sistem pembiayaan kesehatan nan bermaksud untuk memastikan pembiayaan kesehatan tersedia, cukup, berkesinambungan, dan teralokasi secara adil.

Di sisi lain, transformasi ini juga diharapkan dapat mendorong pembelanjaan efektif dan efisien agar penyediaan jasa kesehatan terjangkau dan dapat mencegah penyakit di masyarakat.

Kelima, transformasi SDM kesehatan untuk mencapai pemenuhan dan pemerataan master dan tenaga kesehatan di seluruh Indonesia. Transformasi ini juga dilakukan dengan menambah kuota pengajar kedokteran dan rumah sakit pendidikan di Tanah Air, transformasi politeknik kesehatan, peningkatan kualitas pendidikan sampai pemberian danasiwa SDM kesehatan.

Keenam, transformasi teknologi kesehatan untuk mencapai pemanfaatan teknologi info dan bio-teknologi di Indonesia. Harapannya, Indonesia dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital dan proses digital di sektor ini ke depan.

Layanan Kesehatan Sampai ke Papua

Tak hanya di kota-kota besar, pemerintah memastikan jasa kesehatan juga menyasar wilayah pelosok di Indonesia, termasuk Papua.

Salah satunya tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Merujuk pada Inpres tersebut, pemerintah mengalokasikan biaya shopping kementerian/lembaga sampai biaya desa untuk peningkatan sektor kesehatan di Papua.

Alokasi tersebut diberikan untuk mendukung program peningkatan kesehatan ibu dan anak, pengendalian reproduksi remaja, pencegahan dan pengendalian penyakit, penyediaan tenaga kesehatan dan penguatan sistem kesehatan dasar serta rujukan di Papua.

Pemerintah juga terus meningkatkan pembangunan dan sebaran akomodasi kesehatan bagi masyarakat Papua seperti Puskesmas. Data Kementerian Kesehatan mencatat jumlah puskesmas di seluruh Papua mencapai 599 unit. Jumlahnya meningkat dari sebelumnya 549 unit pada 2017.

Teranyar, Kementerian Kesehatan tengah membangun Rumah Sakit Vertikal (RSV) Jayapura, Papua. Targetnya, akomodasi ini rampung pada November 2024.

"Kemenkes berkomitmen melayani kesehatan masyarakat, di mana tidak ada seorang pun bakal merasa terabaikan dan ditinggalkan," ucap Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.

(yul/vws)

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional