Yogyakarta, CNN Indonesia --
Sebuah unggahan viral pada media sosial X disertai video soal peristiwa dugaan penipuan bermodus penarikan kendaraan oleh debt collector (DC) di Yogyakarta.
Cuitan itu salah satunya diunggah ulang oleh akun X @merapi_uncover, Jumat (10/5). Pengunggah mengaku menjadi korban dugaan tindakan premanisme oleh sekelompok DC saat dia dan family berada di Yogyakarta, Senin (6/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengunggah menyebut kala itu kendaraan saudaranya diadang oleh dua mobil dan dua sepeda motor nan ditumpangi sekitar 10 orang bergaya preman. Seorang dari mereka kemudian menggedor kaca mobil dan meminta kerabat pengunggah untuk turun dari kendaraan.
"Saat kerabat saya keluar mobil, mereka menyodorkan beberapa tunggakan, beriktikad untuk menarik paksa mobil kerabat saya nan dinaikinya tersebut, Padahal mobil tersebut bukan didapat dari leasing, melainkan dari pembelian kepada pemilik showroom di wilayah Kota Bondowoso dengan BPKP dan tagihan STNK atas nama Hamidah," tulis akun itu.
Selanjutnya, salah seorang dari rombongan preman menyodorkan surat penarikan dari Kreditplus BPKB atas nama Kadek Manurung untuk penarikan mobil. Surat tersebut atas nama Heru selaku penanggung jawab.
Saudara pengunggah apalagi disebut mempunyai BPKB palsu, bakal tetapi saat diminta pembuktiannya golongan pengadang berkilah saat diminta membuktikannya.
"Mirisnya, setelah kami bertanya kembali untuk pembuktian terbalik lantaran tuduhan BPKB kerabat saya 'palsu', mereka berkilah bahwa lantaran kasus angsuran macet ini dilimpahkan ke Polda Jatim, maka BPKB berada di Polda Jatim," ungkapnya.
Singkat cerita, saat kronologi persoalan ini dijabarkan ke petugas di Ditlantas Polda DIY, disertai penunjukan bukti pembelian, surat-surat, hingga panggilan video dengan penjual mobil, golongan preman itu satu per satu meninggalkan lokasi.
"Akhirnya preman-preman tersebut meninggalkan tempat satu per-satu dengan argumen kasus ini biar instansi Kreditplus nan menindaklanjuti, dan bakal menemui pihak showroom nan berada di Bondowoso (tanpa menanyakan nama showroomnya)," tutupnya.
Duduk perkara
Kasat Reskrim Polresta Yogyakarta, AKP Probo Satrio menjelaskan duduk perkara peristiwa ini, di mana memang menurutnya ada sekelompok DC nan menghentikan kendaraan secara paksa. Mereka bermaksud untuk menarik mobil dengan argumen keterlambatan pembayaran angsuran.
Probo memastikan, tindak pidana perampasan kendaraan tak sampai terjadi lantaran pemilik kendaraan bisa membuktikan kepada para DC di depan polisi, bahwa mobil dibeli bukan melalui leasing.
Hasil penjelasan mendapati bahwa si pemilik kendaraan membeli mobilnya lewat dealer bukan via finance namalain kredit. "Jadi, diduga itu ada BPKB ganda," kata Probo saat dihubungi, Jumat.
Kata Probo, sepengetahuan para DC, BPKB kendaraan tetap ada di Kredit Plus. Sementara pemilik mobil meyakinkan jika BPKB kendaraannya tersimpan di rumahnya, Bondowoso. Artinya, ada dua BPKB dengan dua nama berbeda.
"Pihak finance penjelasan ke Kredit Plus, apa betul begini-begini. Akhirnya, Kredit Plus penjelasan juga bahwa mereka pernah dimintai keterangan ke Polda Jatim lantaran terjadi double BPKB, makanya baru dilidik oleh Polda Jatim," sambungnya.
Probo mengatakan tidak ada pembenaran terhadap sikap debt collector nan merampas kendaraan lantaran penarikan kendaraan sudah diatur dalam UU Fidusia.
Mengadang kendaraan pun, menurut Probo, ada ketentuannya. Sosialisasi soal UU Fidusia ini sering disampaikan kepada para DC, termasuk para laki-laki bergaya preman pada kasus ini. Mereka tak bisa seenak jidat menarik kendaraan.
"Kalau itu secara fidusia itu kudu ada ketetapan pengadilan dulu. Makanya dari pihak DC juga kita beri tahu ke depan lagi jangan model-model menghadang begini, jika itu memang (bermasalah), buntutin sampai dia (debitur) berakhir baru berikan keterangan di situ secara humanis. Pak saya ini petugas nunjukin surat tugas ini, sertifikat fidusianya, ketetapan pengadilannya," jelasnya.
Lembaga finansial selaku kreditur untuk melapor ke kepolisian andaikan terjadi pengalihan objek kendaraan bermotor di bawah tangan namalain tanpa sepengetahuan, sebagaimana diatur melalui UU Fidusia.
"Tapi jika misalnya itu tetap dalam penguasaan debitur pemberi fidusia, silakan minta penetapan dulu ke pengadilan, kelak pengadilan bakal mengeluarkan penetapan untuk eksekusi, maka finance itu selaku eksekutorial. Saya jelaskan gitu sama finance itu," ujarnya.
(kum/pmg)
[Gambas:Video CNN]