TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Tri Winarno, mengatakan saat ini terdapat 9.112.732 hektare wilayah nan menjadi izin upaya pertambangan nasional. Dari luasan tersebut terdiri dari eksplorasi sebesar 1.017.465 hektare, operasi produksi 8.088.491 hektare, pasca tambang 6.685 hektare, dan pencadangan 91 hektare.
"Untuk status operasi produksi, wilayah mineral logam mencapai 3.826.626 hektare, batu bara 3.982.517 hektare, mineral bukan logam 73.915 hektare, batuan 85.520 hektare, dan mineral bukan logam jenis tertentu 119.914 hektare," ujarnya dalam rapat kerja berbareng Komisi XII di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa, 12 November 2024.
Tri juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa perusahaan nan sebelumnya berstatus operasi produksi, tetapi sekarang sudah memasuki tahap pasca tambang. Ia mencatat bahwa luas wilayah izin upaya pertambangan nan berada dalam kondisi pasca tambang mencapai 6.685 hektare.
Sementara itu, untuk status perizinan nasional hingga November 2024, tercatat total 4.634 izin usaha. Jumlah tersebut terdiri dari 31 perjanjian karya, 59 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara alias PKP2B, 4.302 izin upaya pertambangan, dan 10 izin upaya pertambangan khusus.
"IUPK ini merupakan perpanjangan dari Kontrak Karya maupun PKP2B. Selain itu, ada 48 Izin Pertambangan Rakyat dan 184 Surat Izin Penambangan Batuan," tuturnya.
Tri merinci bahwa dari total IUP, sebanyak 1.795 terdiri dari komoditas mineral logam dan batu bara, sedangkan 2.507 lainnya adalah mineral non logam dan batuan. Ia juga menjelaskan bahwa dari jumlah tersebut, izin untuk mineral logam mencapai 886, sementara izin untuk batubara berjumlah 909. Selain itu, terdapat 12 izin untuk batubara eksplorasi, dengan 897 izin berstatus operasi produksi. Sementara itu, untuk mineral logam, terdapat 16 izin eksplorasi dan 870 izin operasi produksi.
"Hanya izin nan memenuhi ketentuan dan tercatat tetap bertindak di database," imbuhnya.