YLKI Sebut Kenaikan HET MinyaKita Tak Masuk Akal: CPO Kita Melimpah Ruah

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai langkah pemerintah meningkatkan nilai satuan tertinggi (HET) MinyaKita dari Rp 14.000 menjadi Rp 15.700 tak masuk akal. Pasalnya, dia menyebut Indonesia merupakan eksportir minyak sawit mentah (CPO), bahan baku minyak goreng.

“Tidak masuk logika kita melimpah ruah CPO, tapi harga minyak goreng malah naik,” ujar Tulus saat dihubungi Tempo, Sabtu, 20 Juli 2024.

Merujuk laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), stok awal CPO pada Januari 2024 sebesar 3,146 juta ton. Dari jumlah produksi itu, konsumsi dalam negeri mencapai 1,942 juta ton, sementara jumlah ekspor mencapai 2,802 juta ton.

Cerita bakal lain jika Indonesia merupakan importir minyak sawit mentah. Bila demikian, Tulus menyebut kenaikan nilai minyak goreng rakyat lantaran aspek internasional dan kurs mata duit menjadi rasional.

Kenaikan HET MinyaKita merupakan usulan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan namalain Zulhas. Alasannya, kata dia, nilai minyak goreng rakyat itu kudu menyesuaikan nilai Rupiah nan sudah merosot hingga Rp 16.344.

“Dulu kan Rupiah 14.500 (per Dolar AS), sekarang sudah Rp16.000. Nanti cemas jika enggak disesuaikan, ekspornya jauh beda angkanya, kelak kita kewalahan,” ujar dia saat ditemui Tempo di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Rabu, 18 Juni 2024.

Selain nilai Rupiah, Zulhas mengatakan nilai minyak goreng menyesuaikan nilai bahan pokok lainnya, seperti beras. Dia menyebut nilai beras di pasar sudah menyentuh nomor Rp12.500, alias naik sebesar Rp1.609. “Memang sudah saatnya MinyaKita,” kata dia.

Iklan

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Eliza Mardian mengatakan kenaikan HET MinyaKita disebabkan oleh masalah distribusi. Menurut dia, minyak goreng rakyat itu justru banyak diedarkan oleh swasta, alih-alih BUMN pangan.

“Jika kita bedah, penyebab kenaikan HET minyak kita ini lebih banyak disebabkan lantaran distribusi, bukan di produksi,” ujar Eliza saat dihubungi Tempo, Selasa, 18 Juni 2024.

Ia menjelaskan kenaikan nilai itu diasumsikan agar penjual satuan mendapatkan untung memadai. Pasalnya, nilai modal MinyaKita di tingkat pedagang besar sudah lebih dari Rp15.000.

Lulusan Universitas Padjadjaran itu menuturkan ada beberapa komponen nan membentuk nilai pokok penjualan (HPP) MinyaKita. Komponen ini ialah nilai CPO, biaya pengolahan, pengemasan,dan distribusi.

Menurut dia, nilai CPO bumi turun dalam dua bulan terakhir. Begitu pula, nilai CPO dalam negeri tak mengalami kenaikan. “Artinya dari segi bahan baku tidak ada kenaikan,” kata dia.

Pilihan Editor: Terkini: APBD Jakarta nan Jadi Rebutan sampai Jokowi Disebut PKS Cawe-cawe Pilgub, 21 Pabrik Tekstil dan Garmen Tutup 150 Ribu Karyawan Kena PHK

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis